Rabu, 18 Maret 2009

Menulis KTI itu Mudah: Pedoman Praktis bagi Guru Profesional

Oleh Masnur Muslich

PRAKATA

Kehadiran buku ini didasari pertimbangan berikut. Selama ini guru-guru sudah sering mendapatkan teori penulisan karya ilmiah (KTI) lewat berbagai forum seminar dan/atau lokakarya yang berlabel “KTI” tetapi sebagian besar di antara mereka tetap saja kurang – bahkan tidak – dapat menulis KTI sesuai dengan yang diharapkan. Biangnya adalah materi yang dibicarakan dalam forum ilmiah “bergengsi” tersebut masih berkutat pada tataran teoretis dan belum menyentuh kebutuhan praktis. Akibatnya, ketika mereka dihadapkan padan langkah-langkah konkret apa yang harus dilakukan dalam penulisan KTI, mereka tetap saja dirundung kecanggungan dan kebingungan.
Kedua, ketika lima tahun terakhir ini penulis dimintai bantuan oleh sekelompok guru untuk melakukan pendampingan penulisan KTI, mereka ternyata dapat melaksanakannya dengan lancar mulai pada tahap perencanaan, pelaksanakan, sampai pada tahap pelaporan. Keberhasilan ini bukan karena penulis ikut campur dalam penulisannyanya, tetapi hanyalah memberikan saran-saran konkret apa yang harus mereka lakukan setiap tahapan dalam pengembangan KTI. Akibat lanjutnya adalah para guru yang sebelumnya kepangkatan mereka macet pada golongan IVA sekarang naik menjadi IVB, bahkan empat tahun berikutnya menjadi IVC. Kelancaran ini karena syarat utama yang berupa KTI mendapatkan nilai maksimal dari Tim Penilai Provinsi atau Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi.
Sebagai bagian dari kewajiban moral, pengalaman keberhasilan pendampingan tersebut perlu penulis tularkan kepada para guru yang selama ini mendambakan keberhasilan penulisan KTI. Apakah karena mereka dilatarbelakangi oleh kemacetan kenaikan pangkat atau memang ingin menjadi sosok guru yang profesional karena selalu ingin meningkatkan keberhasilan dalam penyampaian gagasan kritis terkait dengan bidang studi yang digelutinya .
Atas pertimbangan itulah, buku bertajuk Menulis KTI itu Mudah ini disusun. Semoga upaya ini ada guna dan manfaatnya bagi para “pahlawan pendidikan” demi masa depan anak bangsa.

Malang, Januari 2009


Masnur Muslich



DAFTAR ISI

Prakata
Daftar Isi
Bab 1: APA ITU KTI?
a. Mengapa KTI Menjadi Pilihan?
B. Apa Perbedaan KTI dan Jenis Karya Ilmiah yang Lain?
C. Apa Ciri Karya Tulis Ilmiah?
D. Apa itu Sikap Ilmiah?
E. Apa Jenis KTI Anda?
BAB 2: BAGAIMANA MEMILIH TOPIK?
A. Apa itu Topik?
B. Dari Mana Anda Memperoleh Topik?
C. Apa Saja Syarat Topik KTI?
D. Apa Jenis Topik KTI Anda?
E. Apa Perbedaan Topik dan Judul?
BAB 3: BAGAIMANA MENYUSUN KERANGKA KTI?
A. Apa itu Kerangka?
B. Bagaimana Tahapan Penyusunan Kerangka?
C. Bagaimana Pola Kerangka KTI Hasil Kajian Pustaka?
D. Bagaimana Pola Kerangka KTI Hasil Penelitian Kuantitatif?
E. Bagaimana Pola Kerangka KTI Hasil Penelitian kualitatif?
F. Bagaimana Pola Kerangka KTI Hasil Pengembangan?
BAB 4: BAGAIMANA MENCARI BAHAN PENULISAN KTI?
A. Apa itu Bahan?
B. Apa saja Syarat Bahan?
C. Bagaimana Tipe-tipe Bahan Penulisan?
D. Bagaimana Cara Perekaman Bahan Pustaka?
E. Bagaimana Cara Perekaman Bahan Hasil Penelitian?
BAB 5: BAGAIMANA sistematikan dan konVensi penulisan KTI
A. Bagaimana Sistematikan Penulisan KTI?
B. Bagaimana Penulisan Kutipan?
C. Bagaimana Penulisan Pustaka Acuan?
D. Bagaimana Penulisan Tabel dan Gambar?
BAB 6: BAGAIMANA penggunaan bahasa dalam KTI?
A. Bagaimana Penggunaan Kata dan Istilah?
B. Bagamana Penyusunan Kalimat?
C. Bagiamana Penyusunan Paragraf?
D. Bagaimana Penggunaan Ejaan?
BAB 7: BAGAIMANA KONVENSI PROFIL KESELURUHAN KTI?
A. Bagaimana Bagian Awal KTI?
B. Bagaimana Bagian Inti KTI?
C. Bagaimana Bagian Akhir KTI?
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN



BAB 1 APA ITU KTI?

Karya Tulis Ilmiah atau KTI merupakan karya tulis yang menguraikan suatu tema atau topik yang terkait dengan disiplin atau bidang keilmuan tertentu. Bagi sebagian orang – mungkin termasuk Anda? – menulis KTI dianggap sebagai kegiatan yang memerlukan tenaga dan pikiran ekstra, terutama bagi yang kurang terbiasa atau kurang mampu tulis-menulis. Tetapi, kekurangmampuan ini tidak layak dipakai sebagai alasan untuk menyurutkan niat dan tekad Anda untuk menulis KTI. Sebab, tulis-menulis – termasuk menulis KTI – merupakan kegiatan yang bisa dipelajari dan diterampilkan dengan cara berlatih dan berlatih. Dengan membaca buku ini, dan mempraktikkan setiap langkah yang disarankan, Anda (selaku guru yang berkomitmen terhadap profesionalitas) diharapkan bisa mewujudkan KTI yang (sebelumnya) Anda anggap berat itu.

A.Mengapa KTI menjadi pilihan?
Sebagai bagian dari komunitas akademik, Anda tidak mungkin lepas dari kegiatan ilmiah, baik dalam bentuk kegiatan lisan (diskusi, seminar, loka karya) maupun kegiatan tulis-menulis (menyusun laporan, makalah, buku pelajaran, laporan hasil penelitian, dan karya ilmiah sejenis). Serangkaian kegiatan yang telah mentradisi di lingkungan komunitas akademik ini pada dasarnya adalah forum atau sarana penyampaian informasi baru, gagasan, kajian, atau temuan hasil penelitian yang berkaitan dengan bidang-bidang keilmuan yang digelutinya. Lewat forum inilah Anda diharapkan bisa lebih memahami, mendalami, dan mengembangkan disiplin ilmu masing-masing. Oleh karena itu, akan naif kalau ada sosok guru – termasuk Anda? – dengan sengaja menghindari kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut.
Penulisan KTI juga merupakan bagian yang terpisahkan profesionalitas guru. Bahkan, karena pentingnya KTI ini, kelancaran Anda dalam pengembanagan karier juga ditentukan oleh seberapa jauh Anda dapat membuahkan KTI. Mengapa demikian? Karena KTI merupakan karya yang dianggap bisa memberikan indikator kadar pemahaman, ketelitian, dan inovasi atas disiplin ilmu yang Anda geluti. Oleh karena itu, tidak mustahil apabila terdapat beberapa guru yang kapangkatannya mentok di IVA dan tidak dapat naik pangkat ke IVB karena syarat utama KTI tidak terpenuhi.
Lewat petunjuk praktis ini diharapkan Anda dapat dengan mudah menulis KTI. Tunjukkan bahwa Anda mampu, sebagaimana kemampuan Anda mengajar selama ini. Jangan patah semangat. Apabila KTI Anda berkualitas, Anda tentu tidak akan mengalami kemacetan dalam kenaikan pangkat.


Sebagai bahan perenungan, perhatikan esai ringan Tabrani Yuni yang bertajuk ”Bila Guru Mau Menulis” Berikut.

BILA GURU MAU MENULIS

Oleh Tabrani Yunis *)

Beberapa penulis yang telah berpengalaman, seperti Eka Budianta, pernah mengungkapkan kepada public bahwa menulis itu mudah. Kalau tidak percaya, baca saja bukunya yang berjudul menggebrak dunia mengarang. Bahkan sang penulis yang berambut gondrong, yang menerbitkan sebuah tabloid remaja terkenal di tanah air, Arswendo Atmowiloto, mengatakan bahwa menulis itu gampang. Tidak juga percaya ? Baca saja bukunya Menulis itu gampang. Banyak lagi penulis lain yang selalu memotivasi para remaja, orang tua atau siapa saja untuk menulis. Hernowo, lelaki kelahiran Magelang yang kini menjadi penulis best seller di penerbit MLC yang sangat produktif dalam menuliskan kiat-kiat menulis juga mengatakan menulis itu sangat mudah. Salah satu bukunya yang masih baru adalah Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Membuat Buku. Berbagai kiat atau resep menulis ditawarkan kepada guru. Dalam kata pengantar di buku terbitan MLC itu, Hernowo berpesan berharap" saya ingin para pengajar di seluruh Indonesia dapat menulis buku untuk para muridnya. Saya ingin sekali para pengajar itu dapat memperkaya para muridnya dengan cerita-cerita yang mengasyikkan, ditulis oleh mereka di karya-karya tulis mereka. Hernowo dengan bahasa yang cair itu menyuguhkan cara-cara yang mudah untuk menulis. Namun, mengapa tidak banyak guru yang mau menulis ?
 
Banyak bukti untuk menerangkan tentang rendahnya budaya menulis di kalangan guru. Kita tidak perlu membuat indikator terlalu banyak. Cobalah amati buku-buku di perpustakaan atau di toko-toko buku. Hitunglah, berapa banyak buku yang ditulis oleh para guru. And membaca surat kabar ? Hitunglah berapa banyak artikel yang ditulis oleh para guru. Pasti jarang sekali. Bukan ?
 
Benarkah guru tidak mampu menulis atau tidak terbiasa menulis ? Jawabannya pasti bermacam ragam. Namun dalam realitasnya, memang sangat sedikit guru yang menulis. Jangankan untuk menulis di media massa, jurnal atau yang lainnya, untuk membuat karya tulis yang diajukan dalam pengurusan kenaikan pangkat saja, banyak yang tidak bisa. Padahal, guru harus membuat karya tulis kalau mau cepat naik pangkat. Ketidak mampuan ini telah melahirkan sebuah kebohongan baru di dalam diri sebagian guru yang ingin cepat naik pangkat. Caranya banyak, bisa dengan meminta tanaga orang lain, dengan cara membayar dan bahkan bahkan dengan melakukan tindakan pemalsuan. Ini sebuah tindakan memalukan dan merendahkan kredibilitas guru. Padahal, kalau bisa menulis karya tulis sendiri, aktivitas ini adalah sebuah upaya pengembangan diri guru dalam mengekspresikan diri. Namun sekali lagi, budaya menulis di kalangan guru itu sangat rendah. Idealnya, seorang guru harus mau dan pintar menulis. Mengapa demikian ?
 
Dilihat dari perspektif guru sebagai subjek, sebagai praktisi pendidikan para guru memiliki potensi menulis yang sangat besar. Ya, guru sebenarnya memiliki segudang bahan berupa pengalaman pribadi tentang system dan model pembelajaran yang dijalankan. Guru bisa menulis tentang indahnya menjadi guru, atau bisa juga menuliskan soal duka cita menjadi guru. Bisa pula memaparkan tentang sisi-sisi kehidupan guru dan sebagainya. Di pihak lain, sebagai objek, selama ini banyak orang menjadikan guru sebagai bahan perbincangan, sebagai bahan tulisan. Berbagai sorotan dan kritik dilemparkan orang dalam tulisan mengenai profesi guru yang semakin marginal ini. Berbagai keprihatinan terhadap profesi guru yang semakin langka ini, menjadi sejuta bahan untuk ditulis. Sayangnya, tulisan-tulisan mengenai guru, kebanyakan tidak ditulis oleh para guru. Padahal, kalau semua ini ditulis oleh guru, maka penulisan sang guru itu akan menjadi sebuah proses pembelajaran bagi semua orang.
 
Betapa banyak hikmah dan keuntungan yang dapat dipetik guru, kalau mereka mau menulis. Keuntungan-keuntungan itu antara lain: *Pertama*, kegiatan menulis adalah sebuah aktivitas yang dapat memberikan motivasi tinggi kepada guru. Ketika tulisan–tulisan (karya tulis) dipublikasikan di media, kita biasanya sangat senang (fun) serta terdorong untuk menulis lagi. Kita juga merasa bangga (pride) dengan pemuatan itu. Ini sering menjadi motivasi. Nah, bila guru banyak menulis, maka sang guru akan sangat termotivasi bahwakan mendapat nilai tambah (added value) karena bisa digolongkan ke dalam kelompok intelektual. Ini salah satu nilai positifnya. *Kedua,*kegiatan menulis bisa membuat guru menjadi manusia pembelajar (istilah yang dipakai penulis Harefa). Karena kalau guru mau atau akan menulis, ia pasti harus melakukan aktivitas membaca. Membaca dalam arti ril seperti membaca berbagai referensi atau literature dan juga membaca realitas social. Pada proses ini sang guru yang suka menulis akan terbiasa dengan aktivitas belajar mengidentifikasi masalah, belajar menganalisisnya serta mengasah kemampuan mencari solusi. Pembelajaran yang demikian bisa membuat guru menjadi sosok pendidik yang kritis. Kalau ini dilakukan, kesan guru malas belajar akan pupus. *Ketiga*, percaya atau tidak, menulis bisa memberikan keuntungan popularitas. Para penulis yang sering menulis di media massa, biasanya akan dikenal oleh banyak orang. Apalagi kalau ia mampu menyajikan hal-hal yang menarik, pasti para pembaca akan selalu teringat dengan si penulisnya. Guru juga akan bisa memiliki banyak penggemar di bidang ini.

Sekali lagi, kalau guru mau menulis. "Keempat", tak dapat dipungkiri bahwa menulis sebenarnya bisa menambah *income*. Tidak percaya ? Coba saja kirim tulisan atau karya tulis ke media. Bila tulisan dimuat, maka kocek akan bertambah. Bagi guru menulis bisa mengatasi kesulitan ekonomi yang dihadapi para guru yang selama ini dirasakan masih rendah tingkat kesejahteraannya. Dan Andai guru mau aktif menulis di media atau menulis buku, performance guru pasti berubah. Hasil menulis di media, bisa lebih besar dibandingkan gaji guru yang diterima setiap bulannya. Tidak percaya ? Silakan coba. *Kelima*, ada nilai tambah dari menulis yang bisa dipetik sang guru. Dengan menulis, guru bisa menambah angka kredit. Kredit ini lebih bergengsi dan jumlahnya lebih besar dari mengajar selama satu semester. Bayangkan saja, satu artikel yang dimuat di media massa, nilai kreditnya 2 point. Kalau guru bisa menulis dengan baik, guru tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membayar ongkos menulis sebuah karya tulis untuk kenaikan pangkat. Banyak sekali keuntungan menulis bagi guru,kalau guru mau menulis. Betapa sayangnya, kalau guru malas, atau tidak bisa menulis. Padahal, kata Dylan Thomas "Menulislah, karena hanya itu cara untuk membuat dunia tahu apa yang engkau pikirkan"
 
Agaknya, memang tidak ada kata terlambat bagi para guru untuk mengembangkan kreativitas menulis. Banyak jalan agar para guru bisa menulis. Bukankah para guru sebenarnya memiliki potensi yang besar dalam menulis. Guru memiliki sejuta masalah yang membutuhkan langkah analisis dan solusif ? Bukankah merubah paradigma pembelajaran itu lebih cepat terjadi kalau guru banyak membaca dan kemudian mengekspresikan hasil bacaan itu ke dalam sebuah tulisan, apapun bentuknya. Apakah para guru harus diberikan dorongan ekstra ?
 
Wah, alangkah bermakna dan berharganya kalau guru mau berlatih, bertlatih dan berlatih menulis. Betapa terangkatnya martabat guru, kalau guru bisa dan mau menulis. Kalau guru mau menulis,pasti akan banyak anak didik yang bisa menjadi penulis andalan. Kiranya tidak ada kata terlambat bagi para guru untuk menulis. Yang ada mari mencoba, membangun diri dengan menulis Semoga.


Pada sisi lain, manfaat akademis yang bisa segera Anda peroleh adalah sebagai berikut.
- Anda terpacu membaca secara efektif.
- Anda terlatih menggabungkan hasil bacaan, menyarikan, dan mengembangkannya.
- Anda terbiasa melacak atau mencari informasi di perpustakaan.
- Anda terbiasa menemukan fakta, mengorganisasikan, dan menyajikan fakta secara jelas dan sistematis.
- Anda terbiasa berpikir ilmiah, baik secara induktif, deduktif, maupun penggabungan keduanya.
- Anda akan mendapatkan kepuasaan intelektual.
- Anda akan turut andil dalam membuka cakarawala iptek bagi masyarakat.

B.Apa saja jenis KTI itu?
Terdapat berbagai jenis KTI yang selama ini sering kita jumpai, yaitu makalah, kertas kerja, artikel, laporan penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi. Apa perbedaannya?
Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah dalam bidang tertentu yang pembahasaanya berdasarkan data empiris dan objektif di lapangan, dan yang penyajianya mengikuti proses berpikir deduktif atau induktif. Makalah biasanya disusun oleh seseorang (termasuk Anda sebaai guru) ketika ditunjuk sebagai nara sumber dalam suatu seminar, diskusi, atau forum ilmiah lainnya. Oleh karena itu, nara sumber tersebut biasa disebut ”pemakalah”. Dengan demikian, walaupun merupakan bentuk paling sederhana di antara karya tulis yang ada, makalah juga memiliki ciri-ciri sebagai karya ilmiah, yaitu objektif, netral, faktual, sistemis, dan logis.
Kertas kerja, seperti halnya makalah, juga karya ilmiah yang menyajikan bidang tertentu yang pembahasannya berdasarkan data empiris dan objektif di lapangan, dan penyajiannya mengikuti proses berpikir deduktif atau induktif. Hanya saja, analisis dalam kertas kerja lebih mendalam dan aplikatif. Karena sifat analisis yang demikian, kertas kerja ini layak dipakai sebagai bahan sajian dalam lokakarya (sanggar kerja, work shop).
Artikel adalah karya ilmiah yang menyajikan bidang tertentu yang pembahasannya berdasarkan data empiris dan objektif di lapangan, dan penyajiannya mengikuti proses berpikir deduktif atau induktif. Hanya saja, karena dipersiapkan untuk dimuat di jurnal atau majalah ilmiah, sajiannya mengikuti pola atau format yang dikehendaki tim redaksi jurnal atau majalah tersebut. Anda pun hendaknya membiasakan diri untuk menulis artikel yang siap dimuat di jurnal atau majalah profesi. Beberapa lembaga pendidikan atau kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di tingkat Kabupaten/Kota atau tingkat Provinsi biasanya mempunyai jurnal atau majalah berkala yang siap memuat tulisan para guru. Sebagai ajang kreativitas dan demi peningkatan profesi, media ini sepatutnya Anda manfaatkan. Contoh jenis artikel dapat Anda lihat pada Lampiran.
Laporan penelitian adalah karya ilmiah yang berisi laporan hasil penelitian yang ditulis oleh peneliti yang bersangkutan. Penelitian yang dilaporkan bisa berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas (PTK), hasil penelitian eksperimental, atau hasil penelitian pengembangan. Dalam pengerjaan penelitian, peneliti bisa melakukanya secara individu atau secara tim. Selain itu, peneliti pun dapat minta bimbingan kepada para pakar di bidangnya agar proses dan hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi isi maupun teknik penyampaiannya.
Skripsi adalah karya ilmiah yang ditulis mahasiswa program S1 yang membahas topik atau bidang tertentu berdasarkan hasil kajian pustaka yang ditulis oleh para ahli, hasil penelitian lapangan, atau hasil pengembangan (eksperimen). Dalam pengerjaan skripsi, mahasiswa dibimbing oleh minimal dua orang dosen pembimbing yang ditunjuk oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Pembimbingan ini dimaksudkan agar hasil skrpsi mahasiswa berkualitas baik dari segi isi maupun teknik penyampaiannya.
Tesis adalah karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa program S2 (master) pada akhir studinya. Pembahasan topik pada tesis lebih mendalam daripada KTI. Oleh karena itu, pembahasan suatu topik yang hanya terbatas pada studi pustaka yang biasa terdapat pada KTI, tidak dilakukan dalam tesis. Topik tesis lebih mengarah pada penelitian lapangan dan pengembangan (eksperimen). Temuan-temuan dari penelitian lapangan dan pengembangan (eksperimen) dianalisis berdasarkan teori-teori yang ada, dan sebagai dasar untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
Disertasi adalah karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa program S3 (doktor) yang mengemukakan dalil atau teori baru berdasarkan hasil temuan lapangan, baik lewat penelitian maupun pengembangan (eksperimen). Temuan-temuan baru ini akan diterima di kalangan komunitas akademik setelah dipertanggungjawabkan atau dipertahankan di hadapan forum ujian senat guru besar pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Oleh karena itu, temuan teori pada disertasi bisa dianggap sebagai temuan yang orisinal.

C.Apa ciri KTI?
KTI berbeda dengan karya tulis jurnalistik. KTI juga berbeda dengan karya tulis prosa fiksi. Perbedaan itu terlihat pada hal-hal berkut.
Apabila karya tulis jurnalistik mendeskripsikan objek atau menceritakan peristiwa sebagai tujuan utama penulisan, KTI mendeskripsikan objek atau menceritakan peristiwa sebagai bukti yang mendasari penyimpulan sebuah teori. Oleh karena itu, tugas jurnalis adalah “memfoto” fenomena apa adanya, tanpa diikuti komentar atau analisis teori. Sebaliknya, tugas ilmuwan atau akademisi adalah menganalisis fenomena berdasarkan teori tertentu.
Apabila karya tulis prosa fiksi menonjolkan ekspresi emosi atau perasaan, KTI menonjolkan ekspresi akal pikiran. Oleh karena itu, pengarang prosa fiksi bebas mengekspresikan imajinasinya yang subjektif. Sebaliknya, penulis KTI bebas mengekspresikan analisis logis yang objektif.
Sebagai bahan banding, perhatikan ketiga wacana berikut.

Wacana 1:
Ujian Kesetaraan Paket C Diikuti 65% Siswa Gagal UN

JAKARTA--MIOL: Ujian Nasional (UN) Kesetaraan Paket C yang berlangsung serentak di seluruh Indonesia, Senin (28/8), diikuti 200.968 peserta, umumnya berjalan lancar. Sebanyak 65 persen peserta itu di antaranya, merupakan siswa yang gagal UN formal 2006.
Direktur Pendidikan Kesetaraan, Ditjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Depdiknas, Ella Yulaelawati mengatakan laporan dari daerah-daerah menyebutkan UN Kesetaraan Paket C yang dimulai 28 Agustus-31 Agustus berjalan lancar. Paket A dan B dimulai 31 Agustus-2 September. Pengumumannya serentak pada 28 September mendatang.
Namun, untuk UN Kesetaraan tahun mendatang akan diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Tujuannya, antara lain, agar jadualnya bisa disesuaikan dengan penerimaan mahasiswa baru pada tahun yang sama.
"Pak menteri juga menghendaki begitu, agar diselenggarakan oleh BSNP. Ini juga dalam kaitan pelayanan kepada peserta didik nonformal, agar lebih mudah bila mau ke perguruan tinggi," kata Ella di sela kunjungannya ke lokasi UN Kesetaraan hari pertama di wilayah Jakarta, Senin.
Didampingi Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) DKI Jakarta Ella meninjau lokasi UN Kesetaraan di Jakarta Selatan di SMK 6, SMKN 29, SMK Purnama, SMKN 8 Pasar Minggu, SMKN 47. Sedangkan, di Jakarta Timur dipusatkan di Akademi Sekretaris Manajemen Indonesia (ASMI).

Pengalaman seleksi
Berdasarkan pengalaman seleksi penerimaan mahasiswa melalui jalur PSMB 2006 siswa yang gagal UN formal 2006 mengalami kesulitan menempuh seleksi ke perguruan tinggi, karena saat yang ditentukan belum memiliki ijazah.
Oleh karena itu, Ella menyebutkan idealnya UN Paket C diselenggarakan tidak jauh sesudah pengumuman UN Formal, sehingga mereka yang gagal UN Formal bisa langsung ikut UN Kesetaraan Paket C. "Ini dalam kaitan pelayanan. Jangan diartikan pelarian bagi peserta tersebut."
Pertimbangan lain secara teknisnya, ada beberapa mata pelajaran yang diujikan ternyata tidak dipelajari siswa yang gagal UN Formal. Misalnya, pelajaran tata negara yang diujikan di Paket C, ternyata tidak dipelajari di SMK.
"Mereka jadi tegang juga, deg-degan soal lulus tidaknya, karena ada materi ujian yang belum mereka pelajari," ujar Ella seraya menambahkan tingkat kelulusan sebelumnya di program Paket C untuk IPS 75 dan IPA 65 dari total peserta. Dengan standar kelulusan rata-rata 4,75.
Namun, diakuinya rata-rata siswa yang gagal UN ini sudah diterima di perguruan tinggi swasta. Bahkan, banyak juga yang diterima di sekolah di luar negeri. Mereka hanya membutuhkan selembar ijazah sebagai salah satu persyaratan untuk masuk ke dunia kampus tersebut.
Data final Puspendik pada 26 Agustus lalu menyebutkan peserta UN Kesetaraan Paket A 17.481 orang, Paket B 245.698 peserta, Paket C 200.968 peserta. Jumlah total 464.147 atau naik 920 peserta.
Jumlah peserta pada Mei-Juni 2006 280.980. Jadi, total peserta tahun ini 745.127. Jumlah peserta UN Kesetaraan 2006 meningkat pesat dibandingkan Mei-November 2005 sebanyak 224.901 orang, kenaikannya 231,3 persen.
Provinsi dengan jumlah peserta terbesar pada periode kedua Jawa Tengah (80.627), Jawa Timur (44.850, Jawa Barat (33.055), Nusa Tenggara Timur (30.137), Kalimantan Barat (23.125), dan Sumatra Utara (21.020).
Peserta DKI untuk Paket A 252, Paket B 1.807, Paket C 8.720. Jumlah totalnya, 10.779 peserta. Tingkat kelulusan UN untuk Mei-Juni 2006 secara nasional kecuali DIY dan Kabupaten Klaten untuk Paket A 84,28, Paket B 88,3, Paket C IPS 75,26 dan Paket C IPA 65,57 persen. Pelaksanaan UN Kesetaraan DIY dan Kabupaten Klaten diundur, karena gempa. Tingkat kelulusan di DIY untuk paket C IPS 62,23 dan Paket C IPA 33,33. Tingkat kelulusan di Kabupaten Klaten untuk Paket C IPS 51,38. (Win/OL-02).
(sumber: media indonesia online)

Wacana 2:
Tangisan Tak Berpeluh

“Kamu ada acara akhir pekan ini?”
Erfan adalah lelaki yang baik. Justru kebaikannya itulah aku sengaja agak menjauh dari dirinya. Mungkin lebih tepatnya kukatakan saja bahwa Erfan itu adalah lelaki yang terlalu baik bagiku. Aku juga tidak mau kebaikannya itu lama kelamaan akan diterjemahkan lain oleh hatiku. Karena hatiku sulit membedakan antara kebaikan seorang lelaki dengan kebaikan –dengan tanda petik di atasnya — dari seorang teman lelaki. Aku tak mau hal itu terjadi antara diriku dan Erfan.
“Aku punya dua tiket untuk nonton film.”
Ia rekan kerjaku sekantor. Meja kami bersebelahan. Hanya disekat dengan papan kecil dan beberapa tumpukan buku. Dengan sedikit melongok, aku sudah dapat mengetahui apa saja yang ia lakukan. Dan tentu saja aku tak akan pernah melakukan hal itu, kecuali beberapa kali saja.
Seperti yang pernah kukatakan sebelumnya bahwa Erfan adalah lelaki yang baik. Teramat sangat baik, bahkan. Ia selalu membantu kesulitanku di kantor. Memberiku kemungkinan solusi terbaik untuk setiap masalahku. Kalau ada sesuatu yang masih menyulitkanku, lelaki yang selalu bersikap sopan dan baik hati itulah yang menyarankan kepadaku agar untuk tidak ragu-ragu meminta bantuannya.
“Film pada pekan ini bagus. Puluhan penonton rela antri berjam-jam untuk mendapatkan tiket dan menonton film yang sedang menjadi box office. Makanya aku membeli dua tiket.”
Aku adalah pegawai baru di perusahaan ini. Aku baru saja mendapatkan gelar sarjana ekonomi, dan semenjak saat itu aku selalu menambahkan huruf SE di belakang namaku.
Aslika Putri Diyanti, SE.
Kupasang ID card di dadaku. Namaku tercantum tepat di bawah foto. Aku kembali bekerja di depan monitor, memasukkan data korespondensi dari perusahaan lain dan juga mendata hasil pemasaran jasa iklan. Pekerjaan ini harus segera kuselesaikan sesuai dengan date line yang ditentukan oleh atasan.
“Mungkin lain kali saja. Tidak apa-apa.”
Aku yakin ia kecewa. Tapi apa yang bisa aku lakukan. Aku tidak suka menonton film. Aku lebih suka menghabiskan akhir pekanku di rumah bersama ayah. Erfan, ia sungguh lelaki yang baik.
Entah kenapa pagi ini – semenjak aku datang — aku merasa sangat bimbang. Apalagi aku adalah pegawai baru di kantor ini dan sekarang aku mendapatkan gosip pertamaku. Ketika makan siang pada jam istirahat kemarin, salah seorang teman sekantor berbisik kepadaku bahwa pandangan mata Erfan tertuju kepadaku. Teman sekantorku menyarankan agar aku tak menoleh kebelakang. Tapi, aku justru memastikan kata-kata teman sekantorku itu, kulihat Erfan sedang menikmati makan siang bersama rekan lelaki lainnya di seberang sambil menatapku. Kulihat senyum sipu ketika mata kami beradu.
Pagi ini sepertinya Erfan tidak masuk kantor. Entah kenapa tiba-tiba hatiku gundah. Aku merindukan….Ah, lebih tepatnya aku menguatirkan keadannya. Lagi-lagi hatiku tak bisa membedakan antara kuatir dan rindu.
Kulihat layar monitornya di sebelah mati. Buku-buku masih tertata rapi seperti biasanya. Ini sudah jam setengah delapan. Aku tidak tahu kemana lelaki itu. Aku juga masih takut untuk bertanya, karena aku tak mau egoku menuduh bahwa diriku memperhatikannya.

Wacana 3:
Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM)

Pembelajaran pada tingkat satuan pendidikan manapun, termasuk di TK/ RA, memiliki sifat yang kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikolo­gis, dan didaktis secara bersamaan. Aspek pedagogis menunjuk pada kenyataan bahwa permbelajaran berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan. Karena itu, guru harus mendamping peserta didik menuju kesuksesan belajar atau penguasaan sejumlah kompetensi tertentu. Aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa peserta didik pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda, sehingga menuntut materi yang sesuai dengan perkembangan masing-masing. Selain itu, aspek psi-kologis menunjuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri mengan-dung variasi, misalnya belajar keterampilan motorik, belajar konsep, bel-ajar sikap, dan sebagainya. Perbedaan tersebut menuntut pembelajaran yang berbeda, sesuai dengan jenis belajar yang sedang berlangsung. Aspek didaktis menunjuk pada pengaturan belajar peserta didik oleh guru. Dalam hal ini, guru harus menentukan secara tepat jenis belajar manakah yang paling berperan dalam proses pembelajaran tertentu, dengan meng-ingat kompetensi dasar yang harus dicapai. Terkait dengan itu – sebagaimana yang disarankan oleh Depdiknas, guru harus bisa menciptakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM).
Pembelajaran aktif (active instruction) merupakan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajar-an, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat me-ningkatkan pemahaman dan kompetensinya. Lebih dari itu, pembelajaran aktif memungkinkan peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, seperti menganalisis dan mensintetis, serta melakukan peni-laian ter­hadap berbagai peristiwa belajar, dan menerapkannya dalam kehi-dupan sehari-hari. Pembelajaran aktif memiliki persmaan dngan model pembelajaran self discovery, yaitu pembelajaran yang dilakukan oleh perserta didik untuk mene­mukan simpulan sendiri sehingga dapat dijadikan sebagai nilai baru yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Dalam model pembelajaran aktif, guru lebih memosisikan diri sebagai fasi-litator, yang bertugas memberikan kemudahan belajar (to facilitate of learn-ing) kepada peserta didik. Peserta didik terlibat secara aktif dan banyak berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan guru lebih banyak mem-perikan arahan,bimbingan, dan mengatur sirkulasi dan jalannya proses pembelajaran.
Pembelajaran kreatif (creative instruction) merupakan proses proses pem-belajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memuncul-kan kreativitas peserta didik selama pembelajaran berlangsung, dengan menggu­nakan beberapa metode dan strategi yang bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran, dan pemecahan masalah. Pembelajaran kreatif menuntut guru untuk mampu merangsang kreativitas peserta didik, baik dalam mengembang­kan kecakapan berpikir maupun dalam melakukan tindakan. Berpikir kreatif selalu dimulai dengan berpikir kritis, yaitu menemu-kan dan melahirkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada atau memperbaiki sesuatu.
Berpikir kreatif harus dikembangkan dalam proses pembelajaran agar peserta didik terbiasa untuk mengembangkan kreativitasnya. Pada umumnya berpikir kreatif memiliki empat tahapan sebagai berikut. Tahap pertama: persi­apan, yaitu proses pengumpulan berbagai informasi untuk diuji. Tahap kedua: inkubasi, yaitu rentang waktu untuk merenungkan hipotesis informasi tersebut sampai diperoleh keyakinan bahwa hipotesis tersebut rasional. Tahap ketiga: iluminasi, yaitu suatu kondisi untuk mene-mukan keyakinan bahwa hipotesis tersebut benar, tepat, dan rasional. Tahap keempat: verifikasi, yaitu pengujian kem­bali hipotesis untuk dijadikan sebuah rekomendasi, konsep, atau teori. Siswa dikatakan kreatif apabila mampu melakukan sesuatu yang menghasilkan sebuah kegiatan baru yang diperoleh dari hasil berpikir kreatif dengan mewujudkannya dalam bentuk sebuah hasil karya baru.
Pembelajaran efektif (effective instruction) merupakan pembelajaran yang mampu memberikan pengalaman baru, membentuk kompetensi peserta didik, dan mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan peserta didik dalam perencanaan, pelaksana­an, dan penilaian pembelajaran. Seluruh peserta didik harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dalam pembelajaran sehing-ga suasana pembelajaran betul-betul kondusif, dan terarah pada tujuan dan pembentukan kompetensi pe­serta didik.
Pembelajaran efektif menuntut keterlibaan peserta didik secara aktif karena mereka merupakan pusat kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompe-tensi. Peserta didik harus didorong untuk menafsirkan infromasi yang disaji-kan oleh guru sampai informasi tersebut dapat diterima oleh akal sehat. Dalam Pelaksanaannya, hal ini memerlukan proses pertukaran pikiran, dis-kusi dan perdebatan dalam rangka pencapaian pemahaman yang sama terhadap materi standar.
Pembelajaran efektif perlu ditunjang oleh suasana dan lingkungan belajar yang memadai. Dari itu, guru harus mampu mengelola tempat belajar de-ngan baik, mengelola peserta didik, mengelola kegiatan pembelajaran, mengelola isi/materi pembelajaran, dan mengelola sumber-sumber belajar.
Pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction) merupakan proses pem-belajaran yang di dalamnya terdapat kohesi yang kuat antara pendidik dan peserta didik, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan (not under pres-sure). Dengan kata lain, pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran yang terdapat pola hubungan yang baik atau harmonis antara guru dan peserta didik. Guru memosisikan diri sebagai mitra belajar peserta didik. Dalam hal ini perlu diciptakan suasana demokratis, dan tidak ada beban baik guru maupun peserta didik dalam melakukan proses pembelajaran.
Untuk mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan, guru harus mampu merancang pembelajaran dengan baik, memilih materi pembelajar-an yang tepat, serta memilih dan mengembangkan strategi pembelajara yang dapat melibatkan peserta didik secara optimal.

Berdasarkan pengamatan Anda terhadap ketiga wacana di atas, mana yang tergolong karya tulis jurnalistik? Mana pula yang tergolong karya fiksi dan KTI? Ya, wacana 1 tergolong karya jurnalistik, wacana 2 tergolong karya fiksi, dan wacana 3 tergolong KTI.
Apa pun jenis karya ilmiah yang ditulis oleh siapa saja (termasuk Anda sebagai guru) – sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya – harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
Objektif. Keobjektifan ini menampak pada setiap fakta dan data yang diungkapkan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak dimanipulasi. Juga, setiap pernyataan atau simpulan yang disampaikan berdasarkan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, siapa pun dapat mengecek kebenaran dan keabsahanya.
Netral. Kenetralan ini bisa terlihat pada setiap pernyataan atau penilaian bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun kelompok. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang bersifat ‘mengajak’, ‘membujuk’, atau ‘mempengaruhi’ pembaca dihindarkan.
Sistematis. Uraian yang terdapat pada karya ilmiah dikatakan sistematis apabila mengikuti pola pengembangan tertentu, misalnya pola urutan, klasifikasi, kausalitas, dan sebagainya. Dengan cara demkian, pembaca akan bisa mengikutinya dengan mudah alur uraiannya.
Logis. Kelogisan ini bisa dilihat dari pola nalar yang digunakannya, pola nalar induktif atau deduktif. Kalau bermaksud menyimpulkan suatu fakta atau data digunakan pola induktif; sebaliknya, kalau bermaksud membuktikan suatu teori atau hipotesis digunakan pola deduktif.
Menyajikan fakta (bukan emosi atau perasaan). Setiap pernyataan, uraian, atau simpulan dalam karya ilmiah harus faktual, yaitu menyajikan fakta. Oleh karena itu, pernyataan atau ungkapan yang emosional (menggebu-gebu seperti orang berkampanye, perasaan sedih seperti orang berkabung, perasaan senang seperti orang mendapatkan hadiah, dan perasaan marah seperti orang bertengkar) hendaknya dihindarkan.
KTI yang yang Anda susun juga harus mempunyai ciri-ciri di atas. Satu ciri saja terabaikan, akan menurunkan kualitas KTI Anda.

D.Apa itu sikap ilmiah?
Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus ada pada diri seorang ilmuwan atau akademisi ketika menghadapi persoalan-persoalan ilmiah. Sikap ilmiah ini perlu dibiasakan dalam berbagai forum ilmiah, misalnya dalam diskusi, seminar, lokakarya, dan penulisan karya ilmiah, termasuk dalam penulisan KTI. Sikap-sikap ilmiah yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Sikap ingin tahu. Sikap ingin tahu ini terlihat pada kebiasaan bertanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan bidang kajiannya. Mengapa demikian? Bagaimana caranya? Apa saja unsur-unsurnya? Dan seterusnya, dan seterusnya.
Sikap kritis. Sikap kritis ini terlihat pada kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin berkaitan dengan bidang kajiannya untuk dibanding-banding kelebihan-kekurangannya, kecocokan-tidaknya, kebenaran-tidaknya, dan sebagainya.
Sikap terbuka. Sikap terbuka ini terlihat pada kebiasaan mau mendengarkan pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain, walaupun pada akhirnya pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain tersebut tidak diterima karena tidak sepaham atau tidak sesuai.
Sikap objektif. Sikap objektif ini terlihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya, tanpa diikuti perasaan pribadi.
Sikap rela menghargai karya orang lain. Sikap menghargai karya orang lain ini terlihat pada kebiasaan menyebutkan sumber secara jelas sekiranya pernyataan atau pendapat yang disampaikan memang berasal dari pernyataan atau pendapat orang lain.
Sikap berani mempertahankan kebenaran. Sikap ini menampak pada ketegaran membela fakta dan hasil temuan lapangan atau pengembangan walapun bertentangan atau tidak sesuai dengan teori atau dalil yang ada.
Sikap menjangkau ke depan. Sikap ini dibuktikan dengan selalu ingin membuktikan hipotesis yang disusunnya demi pengembangan bidang ilmunya.
Sikap ilmiah ini juga harus ada pada diri Anda ketika menyusun KTI. Kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan sikap ilmiah harus Anda buang jauh-jauh, misalnya sikap menonjolkan diri dan tidak menghargai pendapat orang lain, sikap ragu dan mudah putus asa, sikap skeptis dan tak acuh terhadap masalah yang dihadapi.

E.Apa tipe KTI Anda?
Berdasarkan bahan kajian dan tipe pembahasaannya, KTI dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu
- KTI berdasarkan hasil kajian pustaka,
- KTI berdasarkan hasil penelitian lapangan, dan
- KTI berdasarkan hasil pengembangan.
Yang dimaksud dengan kajian pustaka ialah kajian atau pembahasan suatu topik yang dilakukan untuk memecahkan suatu masalah yang berpijak pada pengkajian kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. Bahan-bahan yang berupa informasi teoretis, penjelasan teknis, atau temuan aplikatif dari berbagai sumber pustaka ini dianalisis secara kritis dan disajikan dengan sistematika baru sesuai dengan keperluan tertentu. Dengan demikian, bahan-bahan pustaka ini diposisikan sebagai sumber ide atau sumber inspirasi yang dapat membangkitkan gagasan atau pemikiran baru. Oleh karena itu, pola pikir deduktif sering diterapkan dalam KTI jenis kajian pustaka ini.
Yang dimaksud dengan penelitian lapangan ialah jenis penelitian yang berorientasi pada pengumpulan data empiris di lapangan. Berdasarkan data empiris inilah peneliti melakukan analisis secara mendalam sesuai dengan teori yang relevan dan melakukan simpulan. Ditinjau dari pendekatannya, penelitian lapangan ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang pada dasarnya mengggunakan pola nalar deduktif-induktif, yaitu pola nalar yang berangkat dari kerangka teori, gagasan para ahli, atau pemahaman penelitian, kemudian dikembangkan menjadi serangkaian permasalahan dan kemungkinan-kemungkinan pemecahannya untuk memperoleh pembenaran (verifikasi) dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan. Semetara itu, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan mengungkap gejala atau fenomena secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami sebagai sumber langsung lewat keterlibatan peneliti sebagai instrumen kunci. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pola nalar induktif. Oleh karena itu, gambaran proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Dengan demikian, KTI jenis penelitian lapangan ini ada dua jenis, yaitu KTI penelitian lapangan kuantitatif dan KTI penelitian lapangan kualitatif.
Yang dimaksud dengan pengembangan ialah perancangan kegiatan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan aktual dengan memanfaatkan teori-teori, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip, atau temuan-temuan penelitian yang relevan. Oleh karena itu kegiatan pengembangan ini bersifat praktis-pragmatis. KTI berjenis pengembangan ini memiliki perbedaan bila dibanding dengan KTI berjenis penelitian lapangan. Apabila KTI berjenis penelitian lapangan berupaya menguji jawaban yang ajukan terhadap suatu masalah, KTI berjenis pengembangan berupaya menerapkan pemecahan suatu masalah.
Dari ketiga jenis KTI tersebut, mana yang Anda pilih? Jawabannya tergantung pada jenis topik yang akan Anda kembangkan dalam KTI. Anda tidak perlu memaksakan ke jenis KTI tertentu. Yang penting, ikuti langkah-langkah penulisan KTI berikut.

F.Apa saja langkah umum penulisan KTI?
Apabila Anda telah memantapkan diri untuk menulis KTI, langkah-langkah umum yang Anda lakukan adalah:
- pemilihan topik KTI,
- penyusunan kerangka KTI,
- pengumpulan bahan KTI, dan
- penulisan KTI,
Keempat langkah tersebut dikatakan langkah umum karena setiap langkah masih ada tahapan-tahapan kegiatan teknis yang Anda lakukan. Anda tidak perlu risau dengan langkah-langkah ini karena setiap langkah Anda akan dipandu lewat pembahasan pada bab-bab berikutnya. Yang penting, Anda mengikuti setiap langkah yang disarankan.

BUKTIKAN BAHWA ANDA BISA MENULIS KTI!
LAKUKAN LANGKAH-LANGKAH PENULISAN SECARA MANTAP!
IKUTI SETIAP LANGKAH YANG DISARANKAN PADA BAB BERIKUT!


===
Anda ingin membaca selengkapnya? Baca bukunya yang segera akan terbit. Atau, hubungi Masnur Muslich via email: muslich_m@yahoo.co.id