Oleh Masnur Muslich
Paragraf yang baik menuntut adanya prisip-prinsip (1) kesatuan, (2) kepaduan, dan (3) pengembangan. Kesatuan menunjukkan pengertian bahwa kalimat-kalimat yang ada dalam paragraf mendukung satu tema/pikiran. Kepaduan mengacu kepada hubungan yang harmonis antarkalimat dalam paragraf, sedangkan pengembangan mengacu kepada teknik penyusunan gagasan-gagasan dalam paragraf.
a. Kesatuan
Pembicaraan tentang kesatuan dalam paragraf menyangkut pembicaraan tentang gagasan utama dan gagasan tambahan. Keduanya menampak pada kalimat utama dan kalimat penjelas. Posisi kalimat utama dan dan kalimat penjelas tidak selalu tetap. Kalimat utama dapat mengambil posisi di awal paragraf, di akhir paragraf, di awal dan akhir paragraf sekaligus, atau di seluruh kalimat dalam paragraf.
1)Paragraf Deduktif
Contoh:
Sebagai telah penulis katakan di depan, sebuah karangan argumentasi dikembangkan dalam dua kemungkinan cara, yakni cara induktif dan cara deduktif. Dalam cara induktif, pengarang memulai dari suatu kenyataan ke kenyataan lainnya dan mengakhirnya dengan suatu generalisasi. Sebaliknya, cara deduktif akan bermula dengan satu generalisasi, yaitu satu anggapan umum, lalu mencari bukti-bukti dan kenyataan-kenyataan untuk membenarkannya. Dalam penulisan dua cara ini harus dilakukan dengan seimbang dan saling mengisi.
2) Paragraf Induktif
Contoh:
Agar komunikasi terjadi dengan baik, kedua belah pihak memerlukan bahasa yang bisa dipakai dan dipahami bersama. Wujud bahasa yang utama adalah bunyi. Bunyi-bunyi itu dapat disebut bunyi bahasa jika dihasilkan oleh alat bicara manusia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bunyi bahasa itu sebagai alat pelaksana bahasa
3) Paragraf Repetitif
Contoh:
Fonemisasi merupakan prosedur atau cara menemukan fonem-fonem yang ada dalam suatu bahasa. Karena bunyi bahasa banyak sekali jumlahnya, fonemisasi tidak berusaha untuk mencatat semua bunyi yang ditemukan. Tentunya, fonemisasi merupakan prosedur menemukan bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan arti.
4) Paragraf Deskriptif
Contoh:
Pintu cendela dan rumah tetap tertutup. Cahaya lampu tiada tampak. Kesempatan beristirahat setelah sesiang tadi bekerja keras di sawah, dipergunakan sebaik-baiknya oleh penghuninya
b. Kepaduan
Kepaduan sebuah paragraf dapat didukung oleh beberapa cara: (1) pengulangan kata-kata kunci, (2) pemakaian kata ganti tertentu, dan (3) pemakaian kata-kata transisi.
1) Pemakaian Kata Kunci
Contoh:
Karena bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara kita itu banyak ragamnya, bunyi-bunyi itu dikelompokkan ke dalam unit-unit yang disebut fonem. Fonem inilah yang dijadikan objek penelitian fonemik. Jadi, tidak seluruh bahasa yang bisa dihasilkan oleh alat bicara dipelajari oleh fonemik. Bunyi-bunyi bahasa yang fungsionallah yang menjadi bagian fonemik
2) Pemakainan Kata Ganti Tertentu
Contoh:
Dialog utara selatan tidak dapat dipisahkan dari krisis ekonomi dunia dan juga tidak dapat ditunda untuk memberikan perhatian kepadanya sampai krisis tersebut dipecahkan dan penyembuhan sudah berjalan. Di dalam lampiran, kami membuat usulan untuk menyuntikkan tujuan baru di dalam dialog itu. Inilah suatu urgenisasi yang baru diperoleh. Situasi menyedihkan akan dihadapi negara-negara dan interpedensi yang dramatik antara Utara dan Selatan di dalam bidang-bidang seperti perdagangan dan keuangan membuatnya menjadi jelas. Akan tetapi, resensi ekonomi global dan kemacetan dialog Utara-Selatan saling memperkuat satu sama lain, dan dialog menjadi mati dan tidak produktif. Bagaimana lingkaran setan ini bisa dipecahkan?
3) Pemakaian Kata-Kata Transisi
Agar perpindahan dari kalimat satu ke kalimat berikutnya mengalir dengan baik, tidak jarang digunakan kata sambung atau konjungsi. Secara umum kata sambung dibedakan ke dalam beberapa kategori:(1) kata sambung intrakalimat, (2) kata sambung antarkalimat, (3) kata sambung antarparagraf.
Yang termasuk kata sambung jenis ini adalah dan, atau, yang, tetapi, sesudah, setelah, sebelum, sehabis, sejak, selesai, ketika, tatkala, sewaktu, sementara, sambil, seraya, selagi, selama, sehingga, sampai, jika, kalau, asal(kan), bila, manakala, andaikan, seandainya, umpamanya, sekiranya, agar, supaya, biar, biarpun, meski(pun), sekalipun, walau(pun), sungguhpun, kendati(pun), seolah-olah, seakan-akan, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana, sebab, oleh karena, (se)hingga, sampai, maka, bahwa, dengan, baik ... maupun ..., demikian ... sehingga, apakah ... atau ...., entah ..., jangankan ..., .... pun ....
Kata sambung antarkalimat menghubungkan satu kalimat dengan kalimat yang lainnya. Karena kata sambung ini selalu mengawali kalimat, penulisannya selalu diawali dengan huruf kapital. Yang termasuk ke dalam jenis ini adalah biarpun demikian, biarpun begitu, sekalipun, begitu, sungguhpun demikian, meskipun begitu, meskipun demikian, sesudah itu, setelah itu, selanjutnya, tambahan pula, lagi pula, selain itu, sebaliknya, sesungguhpun, malah (an), bahkan, akan tetapi, namun, kecuali itu, dengan demikian, oleh karena itu, oleh sebab itu, dan sebelum itu.
Kata sambung antarparagraf menghubungkan satu paragraf dengan paragraf yang lain. Kata sambung ini mengawali sebuah paragraf. Hubungan dengan paragraf sebelumnya berdasarkan makna yan terkandung dalam paragraf sebelumnya. Yang termasuk kata sambung jenis ini adalah dalam hubungan ini, dalam pada itu, berbeda dengan itu, adapun,sebagai perbandingan, dan sebagainya.
Contoh:
Dalam hubungan ini, jelaslah bahwa perencanaan sangat erat hubungannya dengan filsafat yang dianut oleh suatu negara, terutama perencanaan di bidang sosial. Hal ini berlaku pula untuk perencanaan komunikasi. Usaha utama dalam perencanaan komunikasi adalah mengelola proses penyesuaian diri dan berusaha memenuhi kebutuhan (komunikasi) dari sebanyak mungkin pihak, yang seringkali bertentangan dalam sistem dan dalam bidang kepentingannya. Sebagai akibatnya kontrol dan pengorganisasiannya akan meningkat. Hal ini akan memudahkan peramalan tingkah laku sosial, tetapi merupakan bahaya untuk kebebasan mengeluarkan pendapat. Dengan demikian, perencanaan dalam bidang komunikasi perlu diadakan secara terbatas pula.
c. Pengembangan Paragraf
a. Urutan Waktu
Contoh:
Pada suatu ketika Dewa Matahari terhina oleh perbuatan salah satu saudaranya, lalu mengasingkan diri ke sebuah gua membiarkan bumi dalam keadaan gelap gulita. Dewa itu mengirim cucunya, Niningi-No-Mikoto, untuk menjalankan pemerintahan di bumi, mendarat di pulau. Ia membawa serta permata, sebilah pedang dan sebuah cermin dari neneknya. Niningi-No-Mikoto mempunyai cucu dan itulah Jimu Tenno, Kaisar pertama yang memerintah Jepang
b. Urutan Ruang
Contoh:
Bulan bertengger di atas rumah ini. Sinarnya yang lembut menyentuh dedaunan memahatkan bayang-bayang semacam ukiran di tanah yang dingin. Penghuni rumah itu telah lelap. Begitu pula keadaan di rumah itu. Semua pintu dan jendela terkunci rapat, serapat mata penghuni yang terkatup karena nyenyaknya. Di luar pepohonan mandi cahaya, bunga kaca piring lebih putih kelihatannya, sedang daun-daun Beringin Jepang yang keperak-perakkan bergerak pelan. Rumah itu manis sekali kelihatannya, semanis Sinta Sasanti serta adik-adiknya, anak-anak keluarga Rosena
c. Contoh-Contoh
Contoh:
Fonem vokal tunggal /i/, yang tergolong vokal depan, tinggi, dan terentang, memiliki distribusi lengkap. Dikatakan demikian karena fonem ini dapat berada pada posisi awal kata (inisial), tengah kata (medial), dan akhir kata (final). Pada inisial fonem /i/ terdapat pada ibu, insan, dan ikan, misalnya. Contoh pada medial adalah sibuk, bisa, dan kilah, sedangkan pada posisi final dapat diambil contoh-contoh sapi, kami, dan mati
d. Perbandingan
Contoh:
Dalam tatabahasa tradisional dikenal bentuk kalimat aktif dan pasif. Pada kalimat aktif, subjek kalimat melakukan suatu tindakan/aktivitas. Sebaliknya, pada kalimat pasif, subjek kalimatnya dikenai/menderita sesuatu. Predikat pada kalimat aktif pada umumnya berawalan me- atau ber-, sedangkan pada kalimat pasif berawalan di- atau ter-
e. Analogi
Contoh:
Anak adalah bunga hidup. Anak adalah keharum-haruman rumah tangga. Anak adalah pelerai demam. Kepada anak bergantung pengharapan keluarga di kemudian hari. Dialah ujung cita-cita dalam segenap kepayahan. Misalnya terjadi perselisihan dalam rumah, namun perselisihan itu bisa didamaikan apabila suami istri sama-sama melihat anaknya yang masih suci itu, yang tidak boleh turut menjadi korban karena pertengkaran dan perselisihan ayah bundanya. Sebab itu, Nabi SAW sangat besar pengasihnya kepada anak-anak. Sampai punggungnya diperkuda-kuda oleh anak-anak sedang ia sembayang. Sampai anak-anak dipangkunya sedang ia mengerjakan ibadah itu. Apabila hendak sujud diletakkannya itu di sampingnya dan bila ia hendak tegak dipungutnya balik
f. Hubungan Sebab Akibat
Contoh:
Krisis Meksiko pada musim panas tahun1982 cukup memberikan bukti besar tentang fakta adanya saling ketergantungan. Kesulitan yang duhadapi ekonomi Meksiko menampilkan ancaman yang sungguh-sungguh pada bank-bank komersial dan kepada investor swasta. Konsekuensi politik dan ekonomi terutama bagi Amerika Serikat bisa mengerikan. Pada akhir tahun 1981 bank-bank Amerika mengambil bagian pinjaman terbesar di dalam bank ke Meksiko $21 milyar dari jumlah keseluruhan sebanyak $57 milyar yang menjadi hutang Meksiko kepada bank-bank asing. Konsekuensi potensial, tunggakan dari Meksiko atau kegagalan sebuah bank besar Amerika Serikat, benar-benar mengganggu untuk direnungkan. Pemotongan impor di Meksiko memukul ekspor dari Amerika Serikat dan banyak negara industri yang lain. Kegagalan ekonomi di Meksiko bisa menyebabkan tekanan besar-besaran arus migrasi di Texas dan California. Tidaklah mengherankan, Amerika Serikat memainkan peranan yang besar dalam memelopori aksi segera yang diambil oleh Bank for Intenational Settlements, International Monetary Fund dan bank-bank sentral negara-negara barat yang besar, dan mengambil langkah-langkah tambahannya sendiri, termasuk membelikan minyak Meksiko dengan sistem ijon secara besar-besaran buat cadangan strategis Amerika Serikat
g. Proses
Contoh:
Jika kita pakai simbol S untuk subjek, P untuk predikat, dan O untuk objek, maka kaidah umum untuk membuat kalimat pasif dari kalimat aktif adalah sebagai berikut.
1. Pertahankan urutan S P O, tetapi tukarkanlah pengisi S dan O.
2. Gantilah prefiks meng- dengan di- pada P.
3. Tambahkanlah kata oleh di muka O, terutama jika O terpisahkan oleh kata lain dari P
h. Umum Khusus
Contoh:
Pertunjukkan teater yang mengasyikkan adalah pertunjukkan yang memiliki ciri komunikatif antara pekerja teater dengan penontonnya. Keakraban tersebut terjalin pada komunikasi rohani, yang menimbulkan harmoni antara pelaku dan penontonnya. Pertunjukkan semacam ini sering terjadi di lingkungan teater traditional, yang selalu sejalan dengan perkembangan masyrakatnya. Para penonton pun tidak terikat tempat dan waktu. Di dalam pementasan teater tradisional, adegan-adegan yang lucu dapat diulang-ulang oleh pelakunya sehingga penonton merasa puas (terhibur). Demikian pula pengulangan adegan tari ataupun nyanyian yang digemari oleh publiknya. Isi ceritanya dapat berangkat dari kehidupan sehari-hari, dari legenda, cerita rakyat, roman sejarah, atau cerita asing yang diadaptasikan dengan masyarakatnya. Dialog-dialog dalam teater rakyat bersifat spontan didialogkan oleh para pelakunya
i. Definisi Luas
Contoh:
Masalah bahasa di Indonesia adalah masalah nasional yang memerlukan pengorbanan yang berencana, terarah, dan teliti. Masalah bahasa ini adalah keseluruhan masalah yang ditimbulkan oleh kenyatan bahwa jumlah bahasa yang terdapat dan dipakai di Indonesia besar, bahwa bahasa-bahasa ini merupakan bagian daripada dan didukung oleh kebudayaan yang hidup, dan bahwa bahasa-bahasa ini memainkan peranan yang berbeda di dalam hubungan dengan kepentingan nasional. Di samping bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi pemerintah, terdapat bahasa-bahasa daerah yang jumlahnya belum diketahui dengan pasti dan bahasa-bahasa asing yang dipakai sebagai bahasa perhubungan intenasional.
Sebagai masalah nasional, keseluruhan masalah bahasa di Indonesia merupakan satu jaringan masalah yang dijalin oleh (1) masalah bahasa nasional, (2) masalah bahasa daerah, dan (3) masalah bahasa asing. Di dalam jaringan ini sebagai akibat pemakaian bahasa-bahasa ini di dalam masyarakat yang sama, yaitu masyarakat Indonesia, masalah bahasa nasional, masalah bahasa-bahasa daerah, dan masalah bahasa asing itu memiliki hubungan timbal balik. Pengolahan bahasa nasional tidak dapat dipisahkan dari pengolongan bahasa-bahasa daerah, demikian pula sebaliknya. Penggolongan masalah bahasa nasional dan bahasa-bahasa daerah tidak pula dapat dilepaskan dari masalah pemakaian dan pemanfaatan bahasa-bahasa asing tertentu di Indonesia. Oleh karena itu, pengolahan keseluruhan masalah bahasa ini memerlukan adanya satu kebijaksanaan nasional yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga pengolahan masalah itu benar-benar berencana, terarah, dan teliti. Kebijaksanaan nasional yang berisi perencanaan, pengarahan, dan ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengolahan keseluruhan masalah bahasa itu disebut politik bahasa nasional
Selasa, 20 Oktober 2009
Kalimat yang Efektif
oleh Masnur Muslich
Kalimat yang efektif memiliki kemampuan atau tenaga untuk menimbulkan kembali gagasan pada pikiran, pendengar atau pembaca identik dengan apa yang dipikirkan pembicara atau penulis. Di samping itu, kalimat yang efektif selalu tetap berusaha agar gagasan pokok selalu mendapat tekanan atau penonjolan dalam pikiran pembaca atau pendengar.
Kesatuan Gagasan
Setiap kalimat yang baik harus jelas memperlihatkan kesatuan gagasan, mengandung satu ide pokok. Kesatuan gagasan diwakili oleh Subjek, predikat dan objek. Kesatuan yang diwakili oleh subjek, predikat dan objek itu dapat berbentuk kesatuan tunggal, kesatuan gabungan, kesatuan pilihan, dan kesatuan yang mengandung pertentangan.
Contoh yang jelas kesatuan gagasannya
1. Kesatuan Tunggal
• Kita bisa merasakan dalam kehidupan sehari hari, betapa emosi itu sering kali merupakan tenaga pendorong yang amat kuat dalam tindak kehidupan kita.
• Pimpinan perguruan tinggi sadar bahwa pelayanan kurikuler ini akan berhasil baik bila penyempurnaan sistem perkuliahan dan tenaga pengajar disertai dengan penyempurnaan perpustakaan, laboratorium, peralatan, gedung, dan administrasi
2. Kesatuan Gabungan
• Tugas pengolah data memerlukan keahlian tersendiri terutama dalam merakit data dan mempunyai pandangan yang luas terhadap datanya.
3. Kesatuan Pilihan
• Penelitian dapat dilakukan secara kelompok atau sendirian dengan berbagai pertimbangan dan keperluan.
4. Kesatuan yang Mengandung Pertentangan
• Dalam penelitian secara teknis, personal kelompok penerima data adalah petugas di belakang meja tetapi dalam praktik kadang-kadang dijumpai sebagai pengolah data.
Kesatuan gagasan biasanya menjadi tidak jelas karena kedudukan subjek atau predikat tidak jelas. Terutama karena salah menggunakan kata-kata depan. Kesalah lain terjadi karena kalimatnya terlalu panjang sehingga penulis atau pembicara sendiri tidak tahu apa sebenarnya yang ingin di tulis atau dikatakan.
Contoh yang tidak jelas kesatuan gagasannya
1. Di daerah-daerah sudah mempunyai lembaga bahasa
2. Kebutuhan akan makan oleh manusia tidak dapat menunggu sampai hari esok
3. Terhadap orang yang lebih tinggi umurnya dan atau kedudukannya berbeda caranya
Koherensi Yang Baik dan Kompak
Yang dimaksud dengan koherensi atau perpaduan yang baik dan kompak adalah hubungan timbal balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur kata yang membentuk kalimat itu. Kesalahan yang sering kali merusak koherensi adalah menempatkan kata depan atau kata penghubung yang tidak sesuai pada tempatnya.
a. Koherensi rusak karena tempat kata dalam kalimat tidak sesuai dengan pola kalimat.
Contoh ( + ):
- Ketua STIKIM tidak mengizinkan mahasiswanya mengikuti ujian di kampus kemarin Sabtu, karena belum melunasi SPP.
Contoh ( - ):
- Mahasiswa kemarin Sabtu di kampus Ketua STIKIM tidak mengizinkan mengikuti ujian karena belum melunasi SPP.
b. Koherensi rusak karena salah menggunakan kata kata depan, kata penghubung, dan sebagainya
Contoh :
1. Interaksi antara perkembangan kepribadian dan perkembangan penguasaan bahasa menentukan bagi pola kepribadian yang sedang berkembang (tanpa bagi)
2. sejak lahir manusia memiliki jiwa untuk melawan kepada kekejaman alam, atau kepada pihak lain karena merasa dirinya lebih kuat (tanpa kepada)
Pola kesalahan semacam ini sering kali terjadi, terutama bila menghadapi bentuk-bentuk kalimat yang mirip.
Contoh
a. Benar: membahayakan negara, berbahaya bagi Negara
Salah: membahayakan bagi negara
b. Benar: membicarakan suatu masalah, berbicara tentang suatu masalah
Salah: membicarakan tentang suatu
c. Benar: mengharapkan belas kasihan, berharap akan belas kasihan
Salah: mengharapkan akan belas kasihan
d. Benar: menceritakan peristiwa itu, bercerita tentang peristiwa itu
Salah: menceriterakan tentang peristiwa itu
e. Benar: saling membantu, bantu-membantu
Salah: saling bantu-membantu
c. Kesalahan karena pemakaian kata, baik karena merangkaikan dua kata yang maknanya tidak tumpang tindih, atau hakikatnya mengandung kontradiksi
contoh:
1. Banyak para peninjau yang menyatakan bahwa perang yang sedang berlangsung itu merupakan Perang Dunia di Timur Tengah (atau banyak peninjau atau para peninjau; makna banyak dan para tidak tumpang tindih).
2. Sering kita membuat suatu kesalahan-kesalahan yang tidak kita sadari (suatu kesalahan atau kesalahan-kesalahan)
Penekanan
Inti pikiran yang terkandung dalam tiap kalimat (gagasan utama) haruslah dibedakan dari sebuah kata yang dipentingkan.
a. Mengubah-ubah posisi dalam kalimat
Sebagai prinsip dapat dikatakan bahwa semua kata yang ditempatkan pada awal kalimat adalah kata yang dipentingkan, untuk mencapai efek yang diinginkan sebuah kalimat dapat dirubah-rubah strukturnya dengan menempatkan sebuah kata yang dipentingkan pada awal kalimat.
Contoh:
- Kami berharap pada kesempatan lain kita dapat membicarakan lagi soal ini
Kalimat di atas menunjukkan bahwa kata yang dipentingkan adalah kami (berharap), di samping kami kita dapat memberi penekanan pada kata-kata lainnya: harap, pada kesempatan lain, kita, soal ini. Kata-kata tersebut dapat ditempatkan pada awal kalimat, dengan konsekuensi kalimat di atas bisa mengalami perubahan strukturnya asal isinya tidak berubah.
Contoh:
- Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain
- Pada Kesempatan lain kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini
- Kita dapat membicarakan lagi soal ini pada kesempatan lain, demikian harapan kami
- Soal ini dapat kita bicarakan pada kesempatan lain, demikian harapan kami
b. Menggunakan repetisi
Repetisi adalah pengulangan sebuah kata yang dianggap penting dalam sebuah kalimat.
Contoh:
(-) Harapan kita demikianlah dan demikian pula harapan setiap pejuang
(+) Demikianlah harapan kita dan harapan setiap pejuang
c. Pertentangan
Pertentangan dapat pula dipergunakan untuk menekan suatu gagasan. Kita bisa saja mengatakan secara langsung hal-hal berikut dengan konsekuensi bahwa tidak terdapat penekanan.
- Anak itu rajin dan jujur. Ia menghendaki perbaikan yang menyeluruh di perusahaan itu
Agar kata rajin dan jujur serta menghendaki perbaikan yang menyeluruh dapat lebih ditonjolkan, maka kedua gagasan itu ditempatkan dalam suatu posisi pertentangan, misalnya:
- Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur. Ia tidak menghendaki perbaikan yang bersifat tambal sulam tetapi perbaikan yang menyeluruh di perusahaan itu
d. Partikel Penekan
Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa partikel yang berfungsi untuk menonjolkan sebuah kata atau ide dalam sebuah kalimat. Partikel-partikel (imbuhan) yang dimaksud adalah: lah, pun, kah.
Contoh:
- Saudaralah yang harus bertanggungjawab dalam soal itu
- Kami pun turut dalam kegiatan itu
- Bapaklah yang harus lebih dahulu memberi contoh
Latihan
I. Tentukanlah jenis kesatuannya?
1. Kemajuan manusia dalam segala bidang dibatasi oleh pengetahuan yang diperoleh dan digunakan secara efektif oleh masyarakat
2. Ada juga yang berpendidikan SMP dan SMA, tetapi sedikit sekali yang memperoleh pendidikan kejuruan
3. Sudah dirintis pencocokan waktu dan program, tetapi penjadwalan waktu amat sukar diatur
4. Bencana yang menimpa wilayah itu harus segera diatasi, atau kita membiarkan penduduknya musnah total dari muka bumi ini
5. Saya pikir masalah yang terpenting dalam penataan ini bukanlah soal kebutuhan masyarakat, melainkan alokasi dan tenaga
II. Perhatikanlah kalimat-kalimat di bawah ini, dengan saksama, kemudian tunjukkan di mana letak kesalahan atau kekurangannya, lalu perbaiki.
1. Di negara-negara itu bahaya–bahayanya penyakit tersebut masih dikhawatirkan akan selalu mengancam setiap waktu
2. Tak lupa saya ucapkan banyak-banyak terima kasih atas perhatian bapak yang mana telah sudi membimbing kami dan memberikan kritik-kritik, bila ada kesalahan-kesalahan/kekurangan-kekurangan dalam karya saya ini, mohon dimaafkan
3. Di dalam keluarga di mana dua orang manusia, dengan kuasa yang diterima dari Allah sendiri, mampu menciptakan seorang manusia baru
4. Kegunaan dengan adanya gedung sekolah dalam menjalankan pendidikan, tentu saja di sini meliputi kegunaan dari sekolah-sekolah yang rendah tingkatannya sampai kepada sekolah tinggi
5. Selain udara, matahari juga berguna bagi pembentukan Vitamin D dan pembentukan pada tulang
6. Demi untuk kepentingan saudara sendiri, saudara dilarang merokok
7. Buku itu saya sudah baca hingga tamat
Jawab
I. 1. Tunggal
2. Tentangan
3. Tentangan
4. Pilihan
5. Tentangan
II.
1. Di Negara itu, penyakit-penyakit berbahaya masih dikhawatirkan akan selalu mengancam setiap waktu
2. saya mengucapkan terima kasih banyak atas perhatian, bimbingan juga kritikan yang diberikan dan saya mohon maaf bila ada kesalahan dalam karya saya ini
3. Dengan kuasa Allah, di dalam keluarga, dua orang manusia, mampu menciptakan seorang manusia baru
4. Kegunaan gedung sekolah dalam menjalankan pendidikan yang meliputi sekolah yang rendah tingkatannya sampai pada sekolah tinggi
5. Selain udara, matahari juga berguna bagi pembentukan vitamin d dan tulang
6. Demi kepentingan saudara sendiri, saudara dilarang merokok
Atau Untuk kepentingan saudara sendiri, saudara dilarang merokok
7. Buku itu sudah saya baca hingga tamat
- sudah saya baca buku itu hingga tamat
- saya sudah membaca buku itu hingga tamat
Kalimat yang efektif memiliki kemampuan atau tenaga untuk menimbulkan kembali gagasan pada pikiran, pendengar atau pembaca identik dengan apa yang dipikirkan pembicara atau penulis. Di samping itu, kalimat yang efektif selalu tetap berusaha agar gagasan pokok selalu mendapat tekanan atau penonjolan dalam pikiran pembaca atau pendengar.
Kesatuan Gagasan
Setiap kalimat yang baik harus jelas memperlihatkan kesatuan gagasan, mengandung satu ide pokok. Kesatuan gagasan diwakili oleh Subjek, predikat dan objek. Kesatuan yang diwakili oleh subjek, predikat dan objek itu dapat berbentuk kesatuan tunggal, kesatuan gabungan, kesatuan pilihan, dan kesatuan yang mengandung pertentangan.
Contoh yang jelas kesatuan gagasannya
1. Kesatuan Tunggal
• Kita bisa merasakan dalam kehidupan sehari hari, betapa emosi itu sering kali merupakan tenaga pendorong yang amat kuat dalam tindak kehidupan kita.
• Pimpinan perguruan tinggi sadar bahwa pelayanan kurikuler ini akan berhasil baik bila penyempurnaan sistem perkuliahan dan tenaga pengajar disertai dengan penyempurnaan perpustakaan, laboratorium, peralatan, gedung, dan administrasi
2. Kesatuan Gabungan
• Tugas pengolah data memerlukan keahlian tersendiri terutama dalam merakit data dan mempunyai pandangan yang luas terhadap datanya.
3. Kesatuan Pilihan
• Penelitian dapat dilakukan secara kelompok atau sendirian dengan berbagai pertimbangan dan keperluan.
4. Kesatuan yang Mengandung Pertentangan
• Dalam penelitian secara teknis, personal kelompok penerima data adalah petugas di belakang meja tetapi dalam praktik kadang-kadang dijumpai sebagai pengolah data.
Kesatuan gagasan biasanya menjadi tidak jelas karena kedudukan subjek atau predikat tidak jelas. Terutama karena salah menggunakan kata-kata depan. Kesalah lain terjadi karena kalimatnya terlalu panjang sehingga penulis atau pembicara sendiri tidak tahu apa sebenarnya yang ingin di tulis atau dikatakan.
Contoh yang tidak jelas kesatuan gagasannya
1. Di daerah-daerah sudah mempunyai lembaga bahasa
2. Kebutuhan akan makan oleh manusia tidak dapat menunggu sampai hari esok
3. Terhadap orang yang lebih tinggi umurnya dan atau kedudukannya berbeda caranya
Koherensi Yang Baik dan Kompak
Yang dimaksud dengan koherensi atau perpaduan yang baik dan kompak adalah hubungan timbal balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur kata yang membentuk kalimat itu. Kesalahan yang sering kali merusak koherensi adalah menempatkan kata depan atau kata penghubung yang tidak sesuai pada tempatnya.
a. Koherensi rusak karena tempat kata dalam kalimat tidak sesuai dengan pola kalimat.
Contoh ( + ):
- Ketua STIKIM tidak mengizinkan mahasiswanya mengikuti ujian di kampus kemarin Sabtu, karena belum melunasi SPP.
Contoh ( - ):
- Mahasiswa kemarin Sabtu di kampus Ketua STIKIM tidak mengizinkan mengikuti ujian karena belum melunasi SPP.
b. Koherensi rusak karena salah menggunakan kata kata depan, kata penghubung, dan sebagainya
Contoh :
1. Interaksi antara perkembangan kepribadian dan perkembangan penguasaan bahasa menentukan bagi pola kepribadian yang sedang berkembang (tanpa bagi)
2. sejak lahir manusia memiliki jiwa untuk melawan kepada kekejaman alam, atau kepada pihak lain karena merasa dirinya lebih kuat (tanpa kepada)
Pola kesalahan semacam ini sering kali terjadi, terutama bila menghadapi bentuk-bentuk kalimat yang mirip.
Contoh
a. Benar: membahayakan negara, berbahaya bagi Negara
Salah: membahayakan bagi negara
b. Benar: membicarakan suatu masalah, berbicara tentang suatu masalah
Salah: membicarakan tentang suatu
c. Benar: mengharapkan belas kasihan, berharap akan belas kasihan
Salah: mengharapkan akan belas kasihan
d. Benar: menceritakan peristiwa itu, bercerita tentang peristiwa itu
Salah: menceriterakan tentang peristiwa itu
e. Benar: saling membantu, bantu-membantu
Salah: saling bantu-membantu
c. Kesalahan karena pemakaian kata, baik karena merangkaikan dua kata yang maknanya tidak tumpang tindih, atau hakikatnya mengandung kontradiksi
contoh:
1. Banyak para peninjau yang menyatakan bahwa perang yang sedang berlangsung itu merupakan Perang Dunia di Timur Tengah (atau banyak peninjau atau para peninjau; makna banyak dan para tidak tumpang tindih).
2. Sering kita membuat suatu kesalahan-kesalahan yang tidak kita sadari (suatu kesalahan atau kesalahan-kesalahan)
Penekanan
Inti pikiran yang terkandung dalam tiap kalimat (gagasan utama) haruslah dibedakan dari sebuah kata yang dipentingkan.
a. Mengubah-ubah posisi dalam kalimat
Sebagai prinsip dapat dikatakan bahwa semua kata yang ditempatkan pada awal kalimat adalah kata yang dipentingkan, untuk mencapai efek yang diinginkan sebuah kalimat dapat dirubah-rubah strukturnya dengan menempatkan sebuah kata yang dipentingkan pada awal kalimat.
Contoh:
- Kami berharap pada kesempatan lain kita dapat membicarakan lagi soal ini
Kalimat di atas menunjukkan bahwa kata yang dipentingkan adalah kami (berharap), di samping kami kita dapat memberi penekanan pada kata-kata lainnya: harap, pada kesempatan lain, kita, soal ini. Kata-kata tersebut dapat ditempatkan pada awal kalimat, dengan konsekuensi kalimat di atas bisa mengalami perubahan strukturnya asal isinya tidak berubah.
Contoh:
- Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain
- Pada Kesempatan lain kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini
- Kita dapat membicarakan lagi soal ini pada kesempatan lain, demikian harapan kami
- Soal ini dapat kita bicarakan pada kesempatan lain, demikian harapan kami
b. Menggunakan repetisi
Repetisi adalah pengulangan sebuah kata yang dianggap penting dalam sebuah kalimat.
Contoh:
(-) Harapan kita demikianlah dan demikian pula harapan setiap pejuang
(+) Demikianlah harapan kita dan harapan setiap pejuang
c. Pertentangan
Pertentangan dapat pula dipergunakan untuk menekan suatu gagasan. Kita bisa saja mengatakan secara langsung hal-hal berikut dengan konsekuensi bahwa tidak terdapat penekanan.
- Anak itu rajin dan jujur. Ia menghendaki perbaikan yang menyeluruh di perusahaan itu
Agar kata rajin dan jujur serta menghendaki perbaikan yang menyeluruh dapat lebih ditonjolkan, maka kedua gagasan itu ditempatkan dalam suatu posisi pertentangan, misalnya:
- Anak itu tidak malas dan curang, tetapi rajin dan jujur. Ia tidak menghendaki perbaikan yang bersifat tambal sulam tetapi perbaikan yang menyeluruh di perusahaan itu
d. Partikel Penekan
Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa partikel yang berfungsi untuk menonjolkan sebuah kata atau ide dalam sebuah kalimat. Partikel-partikel (imbuhan) yang dimaksud adalah: lah, pun, kah.
Contoh:
- Saudaralah yang harus bertanggungjawab dalam soal itu
- Kami pun turut dalam kegiatan itu
- Bapaklah yang harus lebih dahulu memberi contoh
Latihan
I. Tentukanlah jenis kesatuannya?
1. Kemajuan manusia dalam segala bidang dibatasi oleh pengetahuan yang diperoleh dan digunakan secara efektif oleh masyarakat
2. Ada juga yang berpendidikan SMP dan SMA, tetapi sedikit sekali yang memperoleh pendidikan kejuruan
3. Sudah dirintis pencocokan waktu dan program, tetapi penjadwalan waktu amat sukar diatur
4. Bencana yang menimpa wilayah itu harus segera diatasi, atau kita membiarkan penduduknya musnah total dari muka bumi ini
5. Saya pikir masalah yang terpenting dalam penataan ini bukanlah soal kebutuhan masyarakat, melainkan alokasi dan tenaga
II. Perhatikanlah kalimat-kalimat di bawah ini, dengan saksama, kemudian tunjukkan di mana letak kesalahan atau kekurangannya, lalu perbaiki.
1. Di negara-negara itu bahaya–bahayanya penyakit tersebut masih dikhawatirkan akan selalu mengancam setiap waktu
2. Tak lupa saya ucapkan banyak-banyak terima kasih atas perhatian bapak yang mana telah sudi membimbing kami dan memberikan kritik-kritik, bila ada kesalahan-kesalahan/kekurangan-kekurangan dalam karya saya ini, mohon dimaafkan
3. Di dalam keluarga di mana dua orang manusia, dengan kuasa yang diterima dari Allah sendiri, mampu menciptakan seorang manusia baru
4. Kegunaan dengan adanya gedung sekolah dalam menjalankan pendidikan, tentu saja di sini meliputi kegunaan dari sekolah-sekolah yang rendah tingkatannya sampai kepada sekolah tinggi
5. Selain udara, matahari juga berguna bagi pembentukan Vitamin D dan pembentukan pada tulang
6. Demi untuk kepentingan saudara sendiri, saudara dilarang merokok
7. Buku itu saya sudah baca hingga tamat
Jawab
I. 1. Tunggal
2. Tentangan
3. Tentangan
4. Pilihan
5. Tentangan
II.
1. Di Negara itu, penyakit-penyakit berbahaya masih dikhawatirkan akan selalu mengancam setiap waktu
2. saya mengucapkan terima kasih banyak atas perhatian, bimbingan juga kritikan yang diberikan dan saya mohon maaf bila ada kesalahan dalam karya saya ini
3. Dengan kuasa Allah, di dalam keluarga, dua orang manusia, mampu menciptakan seorang manusia baru
4. Kegunaan gedung sekolah dalam menjalankan pendidikan yang meliputi sekolah yang rendah tingkatannya sampai pada sekolah tinggi
5. Selain udara, matahari juga berguna bagi pembentukan vitamin d dan tulang
6. Demi kepentingan saudara sendiri, saudara dilarang merokok
Atau Untuk kepentingan saudara sendiri, saudara dilarang merokok
7. Buku itu sudah saya baca hingga tamat
- sudah saya baca buku itu hingga tamat
- saya sudah membaca buku itu hingga tamat
Jumat, 02 Oktober 2009
Target Pekuliahan Menulis Buku Ilmiah Tahun Ajaran 2009/2010
Pada tahun ajaran 2009/2010 ini target perkuliahan Menulis Buku Ilmiah adalah mahasiswa menghasilkan buku bacaan sesuai dengan minat/konsentrasinya. Minat/konsentrasi yang dimaksudkan adalah: kesastraan, kebahasaan, sosiolinguistik, keterampilan bahasa, dan sebagainya.
Strategi penulisannya dilakukan secara kolaboratif sehingga setiap tahapan penulisan dikontrol oleh kolaboratornya. Kontrol kolaborator diarahkan pada semua hal. Mulai dari keakuratan materi, strategi penyajian, sampai dengan kebenaran ejaannya. Dengan cara demikian, penulis akan sadar betul apa yang ditulisnya.
Tentu saja semua langkah penulisan dan hasil "transaksi" dengan kolaborator di bawah pengawasan pembina MK.
Ayo, bersemangat! Keberhasilan Anda merupakan saham kesuksesan masa depan Anda.
Strategi penulisannya dilakukan secara kolaboratif sehingga setiap tahapan penulisan dikontrol oleh kolaboratornya. Kontrol kolaborator diarahkan pada semua hal. Mulai dari keakuratan materi, strategi penyajian, sampai dengan kebenaran ejaannya. Dengan cara demikian, penulis akan sadar betul apa yang ditulisnya.
Tentu saja semua langkah penulisan dan hasil "transaksi" dengan kolaborator di bawah pengawasan pembina MK.
Ayo, bersemangat! Keberhasilan Anda merupakan saham kesuksesan masa depan Anda.
Kamis, 17 September 2009
KEGIATAN PERKULIAHAN MENULIS BUKU ILMIAH
Pada semester Ganjil tahun ajaran 2009/2010 Masnur Muslich membina matakuliah Menulis Buku iLMIAH pada Program Bahasa Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Minggu-minggu pertama para peserta malakukan "pelacakan" profil buku ilmiah yang paling diidealkan. Kegiatan ini bertujuan agar para peserta dapat memperoleh wawasan langsung tentang profil buku ilmiah dengan jalan mendeskripsikan ciri-ciri buku ilmiah, menilai kelebihan dan kekuangan buku ilmiah yang diamatinya, dan memberikan saran-saran tentang bagaimana buku ilmiah yang ideal.
Para peserta matakuliah Menulis Buku Ilmiah sedang mengamati buku ilmiah secara berkelompok. Pengamatan difokuskan pada ciri-ciri, kelebihan dan kekurangan buku ilmiah yang diamati, dan alernatif perbaikannya.
Anggota kelompok sedang melaporkan hasil deskripsi dan penilaian terhadap buku ilmiah yang telah diamati di depan kelas untuk mendapatkan tanggapan dari kelompok lain
Para peserta matakuliah Menulis Buku Ilmiah sedang mengamati buku ilmiah secara berkelompok. Pengamatan difokuskan pada ciri-ciri, kelebihan dan kekurangan buku ilmiah yang diamati, dan alernatif perbaikannya.
Anggota kelompok sedang melaporkan hasil deskripsi dan penilaian terhadap buku ilmiah yang telah diamati di depan kelas untuk mendapatkan tanggapan dari kelompok lain
Rabu, 08 Juli 2009
Presentasi Matakuliah "Menulis Buku Ilmiah" oleh Masnur Muslich
Rabu, 18 Maret 2009
Menulis KTI itu Mudah: Pedoman Praktis bagi Guru Profesional
Oleh Masnur Muslich
PRAKATA
Kehadiran buku ini didasari pertimbangan berikut. Selama ini guru-guru sudah sering mendapatkan teori penulisan karya ilmiah (KTI) lewat berbagai forum seminar dan/atau lokakarya yang berlabel “KTI” tetapi sebagian besar di antara mereka tetap saja kurang – bahkan tidak – dapat menulis KTI sesuai dengan yang diharapkan. Biangnya adalah materi yang dibicarakan dalam forum ilmiah “bergengsi” tersebut masih berkutat pada tataran teoretis dan belum menyentuh kebutuhan praktis. Akibatnya, ketika mereka dihadapkan padan langkah-langkah konkret apa yang harus dilakukan dalam penulisan KTI, mereka tetap saja dirundung kecanggungan dan kebingungan.
Kedua, ketika lima tahun terakhir ini penulis dimintai bantuan oleh sekelompok guru untuk melakukan pendampingan penulisan KTI, mereka ternyata dapat melaksanakannya dengan lancar mulai pada tahap perencanaan, pelaksanakan, sampai pada tahap pelaporan. Keberhasilan ini bukan karena penulis ikut campur dalam penulisannyanya, tetapi hanyalah memberikan saran-saran konkret apa yang harus mereka lakukan setiap tahapan dalam pengembangan KTI. Akibat lanjutnya adalah para guru yang sebelumnya kepangkatan mereka macet pada golongan IVA sekarang naik menjadi IVB, bahkan empat tahun berikutnya menjadi IVC. Kelancaran ini karena syarat utama yang berupa KTI mendapatkan nilai maksimal dari Tim Penilai Provinsi atau Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi.
Sebagai bagian dari kewajiban moral, pengalaman keberhasilan pendampingan tersebut perlu penulis tularkan kepada para guru yang selama ini mendambakan keberhasilan penulisan KTI. Apakah karena mereka dilatarbelakangi oleh kemacetan kenaikan pangkat atau memang ingin menjadi sosok guru yang profesional karena selalu ingin meningkatkan keberhasilan dalam penyampaian gagasan kritis terkait dengan bidang studi yang digelutinya .
Atas pertimbangan itulah, buku bertajuk Menulis KTI itu Mudah ini disusun. Semoga upaya ini ada guna dan manfaatnya bagi para “pahlawan pendidikan” demi masa depan anak bangsa.
Malang, Januari 2009
Masnur Muslich
DAFTAR ISI
Prakata
Daftar Isi
Bab 1: APA ITU KTI?
a. Mengapa KTI Menjadi Pilihan?
B. Apa Perbedaan KTI dan Jenis Karya Ilmiah yang Lain?
C. Apa Ciri Karya Tulis Ilmiah?
D. Apa itu Sikap Ilmiah?
E. Apa Jenis KTI Anda?
BAB 2: BAGAIMANA MEMILIH TOPIK?
A. Apa itu Topik?
B. Dari Mana Anda Memperoleh Topik?
C. Apa Saja Syarat Topik KTI?
D. Apa Jenis Topik KTI Anda?
E. Apa Perbedaan Topik dan Judul?
BAB 3: BAGAIMANA MENYUSUN KERANGKA KTI?
A. Apa itu Kerangka?
B. Bagaimana Tahapan Penyusunan Kerangka?
C. Bagaimana Pola Kerangka KTI Hasil Kajian Pustaka?
D. Bagaimana Pola Kerangka KTI Hasil Penelitian Kuantitatif?
E. Bagaimana Pola Kerangka KTI Hasil Penelitian kualitatif?
F. Bagaimana Pola Kerangka KTI Hasil Pengembangan?
BAB 4: BAGAIMANA MENCARI BAHAN PENULISAN KTI?
A. Apa itu Bahan?
B. Apa saja Syarat Bahan?
C. Bagaimana Tipe-tipe Bahan Penulisan?
D. Bagaimana Cara Perekaman Bahan Pustaka?
E. Bagaimana Cara Perekaman Bahan Hasil Penelitian?
BAB 5: BAGAIMANA sistematikan dan konVensi penulisan KTI
A. Bagaimana Sistematikan Penulisan KTI?
B. Bagaimana Penulisan Kutipan?
C. Bagaimana Penulisan Pustaka Acuan?
D. Bagaimana Penulisan Tabel dan Gambar?
BAB 6: BAGAIMANA penggunaan bahasa dalam KTI?
A. Bagaimana Penggunaan Kata dan Istilah?
B. Bagamana Penyusunan Kalimat?
C. Bagiamana Penyusunan Paragraf?
D. Bagaimana Penggunaan Ejaan?
BAB 7: BAGAIMANA KONVENSI PROFIL KESELURUHAN KTI?
A. Bagaimana Bagian Awal KTI?
B. Bagaimana Bagian Inti KTI?
C. Bagaimana Bagian Akhir KTI?
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB 1 APA ITU KTI?
Karya Tulis Ilmiah atau KTI merupakan karya tulis yang menguraikan suatu tema atau topik yang terkait dengan disiplin atau bidang keilmuan tertentu. Bagi sebagian orang – mungkin termasuk Anda? – menulis KTI dianggap sebagai kegiatan yang memerlukan tenaga dan pikiran ekstra, terutama bagi yang kurang terbiasa atau kurang mampu tulis-menulis. Tetapi, kekurangmampuan ini tidak layak dipakai sebagai alasan untuk menyurutkan niat dan tekad Anda untuk menulis KTI. Sebab, tulis-menulis – termasuk menulis KTI – merupakan kegiatan yang bisa dipelajari dan diterampilkan dengan cara berlatih dan berlatih. Dengan membaca buku ini, dan mempraktikkan setiap langkah yang disarankan, Anda (selaku guru yang berkomitmen terhadap profesionalitas) diharapkan bisa mewujudkan KTI yang (sebelumnya) Anda anggap berat itu.
A.Mengapa KTI menjadi pilihan?
Sebagai bagian dari komunitas akademik, Anda tidak mungkin lepas dari kegiatan ilmiah, baik dalam bentuk kegiatan lisan (diskusi, seminar, loka karya) maupun kegiatan tulis-menulis (menyusun laporan, makalah, buku pelajaran, laporan hasil penelitian, dan karya ilmiah sejenis). Serangkaian kegiatan yang telah mentradisi di lingkungan komunitas akademik ini pada dasarnya adalah forum atau sarana penyampaian informasi baru, gagasan, kajian, atau temuan hasil penelitian yang berkaitan dengan bidang-bidang keilmuan yang digelutinya. Lewat forum inilah Anda diharapkan bisa lebih memahami, mendalami, dan mengembangkan disiplin ilmu masing-masing. Oleh karena itu, akan naif kalau ada sosok guru – termasuk Anda? – dengan sengaja menghindari kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut.
Penulisan KTI juga merupakan bagian yang terpisahkan profesionalitas guru. Bahkan, karena pentingnya KTI ini, kelancaran Anda dalam pengembanagan karier juga ditentukan oleh seberapa jauh Anda dapat membuahkan KTI. Mengapa demikian? Karena KTI merupakan karya yang dianggap bisa memberikan indikator kadar pemahaman, ketelitian, dan inovasi atas disiplin ilmu yang Anda geluti. Oleh karena itu, tidak mustahil apabila terdapat beberapa guru yang kapangkatannya mentok di IVA dan tidak dapat naik pangkat ke IVB karena syarat utama KTI tidak terpenuhi.
Lewat petunjuk praktis ini diharapkan Anda dapat dengan mudah menulis KTI. Tunjukkan bahwa Anda mampu, sebagaimana kemampuan Anda mengajar selama ini. Jangan patah semangat. Apabila KTI Anda berkualitas, Anda tentu tidak akan mengalami kemacetan dalam kenaikan pangkat.
Sebagai bahan perenungan, perhatikan esai ringan Tabrani Yuni yang bertajuk ”Bila Guru Mau Menulis” Berikut.
BILA GURU MAU MENULIS
Oleh Tabrani Yunis *)
Beberapa penulis yang telah berpengalaman, seperti Eka Budianta, pernah mengungkapkan kepada public bahwa menulis itu mudah. Kalau tidak percaya, baca saja bukunya yang berjudul menggebrak dunia mengarang. Bahkan sang penulis yang berambut gondrong, yang menerbitkan sebuah tabloid remaja terkenal di tanah air, Arswendo Atmowiloto, mengatakan bahwa menulis itu gampang. Tidak juga percaya ? Baca saja bukunya Menulis itu gampang. Banyak lagi penulis lain yang selalu memotivasi para remaja, orang tua atau siapa saja untuk menulis. Hernowo, lelaki kelahiran Magelang yang kini menjadi penulis best seller di penerbit MLC yang sangat produktif dalam menuliskan kiat-kiat menulis juga mengatakan menulis itu sangat mudah. Salah satu bukunya yang masih baru adalah Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Membuat Buku. Berbagai kiat atau resep menulis ditawarkan kepada guru. Dalam kata pengantar di buku terbitan MLC itu, Hernowo berpesan berharap" saya ingin para pengajar di seluruh Indonesia dapat menulis buku untuk para muridnya. Saya ingin sekali para pengajar itu dapat memperkaya para muridnya dengan cerita-cerita yang mengasyikkan, ditulis oleh mereka di karya-karya tulis mereka. Hernowo dengan bahasa yang cair itu menyuguhkan cara-cara yang mudah untuk menulis. Namun, mengapa tidak banyak guru yang mau menulis ?
Banyak bukti untuk menerangkan tentang rendahnya budaya menulis di kalangan guru. Kita tidak perlu membuat indikator terlalu banyak. Cobalah amati buku-buku di perpustakaan atau di toko-toko buku. Hitunglah, berapa banyak buku yang ditulis oleh para guru. And membaca surat kabar ? Hitunglah berapa banyak artikel yang ditulis oleh para guru. Pasti jarang sekali. Bukan ?
Benarkah guru tidak mampu menulis atau tidak terbiasa menulis ? Jawabannya pasti bermacam ragam. Namun dalam realitasnya, memang sangat sedikit guru yang menulis. Jangankan untuk menulis di media massa, jurnal atau yang lainnya, untuk membuat karya tulis yang diajukan dalam pengurusan kenaikan pangkat saja, banyak yang tidak bisa. Padahal, guru harus membuat karya tulis kalau mau cepat naik pangkat. Ketidak mampuan ini telah melahirkan sebuah kebohongan baru di dalam diri sebagian guru yang ingin cepat naik pangkat. Caranya banyak, bisa dengan meminta tanaga orang lain, dengan cara membayar dan bahkan bahkan dengan melakukan tindakan pemalsuan. Ini sebuah tindakan memalukan dan merendahkan kredibilitas guru. Padahal, kalau bisa menulis karya tulis sendiri, aktivitas ini adalah sebuah upaya pengembangan diri guru dalam mengekspresikan diri. Namun sekali lagi, budaya menulis di kalangan guru itu sangat rendah. Idealnya, seorang guru harus mau dan pintar menulis. Mengapa demikian ?
Dilihat dari perspektif guru sebagai subjek, sebagai praktisi pendidikan para guru memiliki potensi menulis yang sangat besar. Ya, guru sebenarnya memiliki segudang bahan berupa pengalaman pribadi tentang system dan model pembelajaran yang dijalankan. Guru bisa menulis tentang indahnya menjadi guru, atau bisa juga menuliskan soal duka cita menjadi guru. Bisa pula memaparkan tentang sisi-sisi kehidupan guru dan sebagainya. Di pihak lain, sebagai objek, selama ini banyak orang menjadikan guru sebagai bahan perbincangan, sebagai bahan tulisan. Berbagai sorotan dan kritik dilemparkan orang dalam tulisan mengenai profesi guru yang semakin marginal ini. Berbagai keprihatinan terhadap profesi guru yang semakin langka ini, menjadi sejuta bahan untuk ditulis. Sayangnya, tulisan-tulisan mengenai guru, kebanyakan tidak ditulis oleh para guru. Padahal, kalau semua ini ditulis oleh guru, maka penulisan sang guru itu akan menjadi sebuah proses pembelajaran bagi semua orang.
Betapa banyak hikmah dan keuntungan yang dapat dipetik guru, kalau mereka mau menulis. Keuntungan-keuntungan itu antara lain: *Pertama*, kegiatan menulis adalah sebuah aktivitas yang dapat memberikan motivasi tinggi kepada guru. Ketika tulisan–tulisan (karya tulis) dipublikasikan di media, kita biasanya sangat senang (fun) serta terdorong untuk menulis lagi. Kita juga merasa bangga (pride) dengan pemuatan itu. Ini sering menjadi motivasi. Nah, bila guru banyak menulis, maka sang guru akan sangat termotivasi bahwakan mendapat nilai tambah (added value) karena bisa digolongkan ke dalam kelompok intelektual. Ini salah satu nilai positifnya. *Kedua,*kegiatan menulis bisa membuat guru menjadi manusia pembelajar (istilah yang dipakai penulis Harefa). Karena kalau guru mau atau akan menulis, ia pasti harus melakukan aktivitas membaca. Membaca dalam arti ril seperti membaca berbagai referensi atau literature dan juga membaca realitas social. Pada proses ini sang guru yang suka menulis akan terbiasa dengan aktivitas belajar mengidentifikasi masalah, belajar menganalisisnya serta mengasah kemampuan mencari solusi. Pembelajaran yang demikian bisa membuat guru menjadi sosok pendidik yang kritis. Kalau ini dilakukan, kesan guru malas belajar akan pupus. *Ketiga*, percaya atau tidak, menulis bisa memberikan keuntungan popularitas. Para penulis yang sering menulis di media massa, biasanya akan dikenal oleh banyak orang. Apalagi kalau ia mampu menyajikan hal-hal yang menarik, pasti para pembaca akan selalu teringat dengan si penulisnya. Guru juga akan bisa memiliki banyak penggemar di bidang ini.
Sekali lagi, kalau guru mau menulis. "Keempat", tak dapat dipungkiri bahwa menulis sebenarnya bisa menambah *income*. Tidak percaya ? Coba saja kirim tulisan atau karya tulis ke media. Bila tulisan dimuat, maka kocek akan bertambah. Bagi guru menulis bisa mengatasi kesulitan ekonomi yang dihadapi para guru yang selama ini dirasakan masih rendah tingkat kesejahteraannya. Dan Andai guru mau aktif menulis di media atau menulis buku, performance guru pasti berubah. Hasil menulis di media, bisa lebih besar dibandingkan gaji guru yang diterima setiap bulannya. Tidak percaya ? Silakan coba. *Kelima*, ada nilai tambah dari menulis yang bisa dipetik sang guru. Dengan menulis, guru bisa menambah angka kredit. Kredit ini lebih bergengsi dan jumlahnya lebih besar dari mengajar selama satu semester. Bayangkan saja, satu artikel yang dimuat di media massa, nilai kreditnya 2 point. Kalau guru bisa menulis dengan baik, guru tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membayar ongkos menulis sebuah karya tulis untuk kenaikan pangkat. Banyak sekali keuntungan menulis bagi guru,kalau guru mau menulis. Betapa sayangnya, kalau guru malas, atau tidak bisa menulis. Padahal, kata Dylan Thomas "Menulislah, karena hanya itu cara untuk membuat dunia tahu apa yang engkau pikirkan"
Agaknya, memang tidak ada kata terlambat bagi para guru untuk mengembangkan kreativitas menulis. Banyak jalan agar para guru bisa menulis. Bukankah para guru sebenarnya memiliki potensi yang besar dalam menulis. Guru memiliki sejuta masalah yang membutuhkan langkah analisis dan solusif ? Bukankah merubah paradigma pembelajaran itu lebih cepat terjadi kalau guru banyak membaca dan kemudian mengekspresikan hasil bacaan itu ke dalam sebuah tulisan, apapun bentuknya. Apakah para guru harus diberikan dorongan ekstra ?
Wah, alangkah bermakna dan berharganya kalau guru mau berlatih, bertlatih dan berlatih menulis. Betapa terangkatnya martabat guru, kalau guru bisa dan mau menulis. Kalau guru mau menulis,pasti akan banyak anak didik yang bisa menjadi penulis andalan. Kiranya tidak ada kata terlambat bagi para guru untuk menulis. Yang ada mari mencoba, membangun diri dengan menulis Semoga.
Pada sisi lain, manfaat akademis yang bisa segera Anda peroleh adalah sebagai berikut.
- Anda terpacu membaca secara efektif.
- Anda terlatih menggabungkan hasil bacaan, menyarikan, dan mengembangkannya.
- Anda terbiasa melacak atau mencari informasi di perpustakaan.
- Anda terbiasa menemukan fakta, mengorganisasikan, dan menyajikan fakta secara jelas dan sistematis.
- Anda terbiasa berpikir ilmiah, baik secara induktif, deduktif, maupun penggabungan keduanya.
- Anda akan mendapatkan kepuasaan intelektual.
- Anda akan turut andil dalam membuka cakarawala iptek bagi masyarakat.
B.Apa saja jenis KTI itu?
Terdapat berbagai jenis KTI yang selama ini sering kita jumpai, yaitu makalah, kertas kerja, artikel, laporan penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi. Apa perbedaannya?
Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah dalam bidang tertentu yang pembahasaanya berdasarkan data empiris dan objektif di lapangan, dan yang penyajianya mengikuti proses berpikir deduktif atau induktif. Makalah biasanya disusun oleh seseorang (termasuk Anda sebaai guru) ketika ditunjuk sebagai nara sumber dalam suatu seminar, diskusi, atau forum ilmiah lainnya. Oleh karena itu, nara sumber tersebut biasa disebut ”pemakalah”. Dengan demikian, walaupun merupakan bentuk paling sederhana di antara karya tulis yang ada, makalah juga memiliki ciri-ciri sebagai karya ilmiah, yaitu objektif, netral, faktual, sistemis, dan logis.
Kertas kerja, seperti halnya makalah, juga karya ilmiah yang menyajikan bidang tertentu yang pembahasannya berdasarkan data empiris dan objektif di lapangan, dan penyajiannya mengikuti proses berpikir deduktif atau induktif. Hanya saja, analisis dalam kertas kerja lebih mendalam dan aplikatif. Karena sifat analisis yang demikian, kertas kerja ini layak dipakai sebagai bahan sajian dalam lokakarya (sanggar kerja, work shop).
Artikel adalah karya ilmiah yang menyajikan bidang tertentu yang pembahasannya berdasarkan data empiris dan objektif di lapangan, dan penyajiannya mengikuti proses berpikir deduktif atau induktif. Hanya saja, karena dipersiapkan untuk dimuat di jurnal atau majalah ilmiah, sajiannya mengikuti pola atau format yang dikehendaki tim redaksi jurnal atau majalah tersebut. Anda pun hendaknya membiasakan diri untuk menulis artikel yang siap dimuat di jurnal atau majalah profesi. Beberapa lembaga pendidikan atau kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di tingkat Kabupaten/Kota atau tingkat Provinsi biasanya mempunyai jurnal atau majalah berkala yang siap memuat tulisan para guru. Sebagai ajang kreativitas dan demi peningkatan profesi, media ini sepatutnya Anda manfaatkan. Contoh jenis artikel dapat Anda lihat pada Lampiran.
Laporan penelitian adalah karya ilmiah yang berisi laporan hasil penelitian yang ditulis oleh peneliti yang bersangkutan. Penelitian yang dilaporkan bisa berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas (PTK), hasil penelitian eksperimental, atau hasil penelitian pengembangan. Dalam pengerjaan penelitian, peneliti bisa melakukanya secara individu atau secara tim. Selain itu, peneliti pun dapat minta bimbingan kepada para pakar di bidangnya agar proses dan hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi isi maupun teknik penyampaiannya.
Skripsi adalah karya ilmiah yang ditulis mahasiswa program S1 yang membahas topik atau bidang tertentu berdasarkan hasil kajian pustaka yang ditulis oleh para ahli, hasil penelitian lapangan, atau hasil pengembangan (eksperimen). Dalam pengerjaan skripsi, mahasiswa dibimbing oleh minimal dua orang dosen pembimbing yang ditunjuk oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Pembimbingan ini dimaksudkan agar hasil skrpsi mahasiswa berkualitas baik dari segi isi maupun teknik penyampaiannya.
Tesis adalah karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa program S2 (master) pada akhir studinya. Pembahasan topik pada tesis lebih mendalam daripada KTI. Oleh karena itu, pembahasan suatu topik yang hanya terbatas pada studi pustaka yang biasa terdapat pada KTI, tidak dilakukan dalam tesis. Topik tesis lebih mengarah pada penelitian lapangan dan pengembangan (eksperimen). Temuan-temuan dari penelitian lapangan dan pengembangan (eksperimen) dianalisis berdasarkan teori-teori yang ada, dan sebagai dasar untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
Disertasi adalah karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa program S3 (doktor) yang mengemukakan dalil atau teori baru berdasarkan hasil temuan lapangan, baik lewat penelitian maupun pengembangan (eksperimen). Temuan-temuan baru ini akan diterima di kalangan komunitas akademik setelah dipertanggungjawabkan atau dipertahankan di hadapan forum ujian senat guru besar pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Oleh karena itu, temuan teori pada disertasi bisa dianggap sebagai temuan yang orisinal.
C.Apa ciri KTI?
KTI berbeda dengan karya tulis jurnalistik. KTI juga berbeda dengan karya tulis prosa fiksi. Perbedaan itu terlihat pada hal-hal berkut.
Apabila karya tulis jurnalistik mendeskripsikan objek atau menceritakan peristiwa sebagai tujuan utama penulisan, KTI mendeskripsikan objek atau menceritakan peristiwa sebagai bukti yang mendasari penyimpulan sebuah teori. Oleh karena itu, tugas jurnalis adalah “memfoto” fenomena apa adanya, tanpa diikuti komentar atau analisis teori. Sebaliknya, tugas ilmuwan atau akademisi adalah menganalisis fenomena berdasarkan teori tertentu.
Apabila karya tulis prosa fiksi menonjolkan ekspresi emosi atau perasaan, KTI menonjolkan ekspresi akal pikiran. Oleh karena itu, pengarang prosa fiksi bebas mengekspresikan imajinasinya yang subjektif. Sebaliknya, penulis KTI bebas mengekspresikan analisis logis yang objektif.
Sebagai bahan banding, perhatikan ketiga wacana berikut.
Wacana 1:
Ujian Kesetaraan Paket C Diikuti 65% Siswa Gagal UN
JAKARTA--MIOL: Ujian Nasional (UN) Kesetaraan Paket C yang berlangsung serentak di seluruh Indonesia, Senin (28/8), diikuti 200.968 peserta, umumnya berjalan lancar. Sebanyak 65 persen peserta itu di antaranya, merupakan siswa yang gagal UN formal 2006.
Direktur Pendidikan Kesetaraan, Ditjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Depdiknas, Ella Yulaelawati mengatakan laporan dari daerah-daerah menyebutkan UN Kesetaraan Paket C yang dimulai 28 Agustus-31 Agustus berjalan lancar. Paket A dan B dimulai 31 Agustus-2 September. Pengumumannya serentak pada 28 September mendatang.
Namun, untuk UN Kesetaraan tahun mendatang akan diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Tujuannya, antara lain, agar jadualnya bisa disesuaikan dengan penerimaan mahasiswa baru pada tahun yang sama.
"Pak menteri juga menghendaki begitu, agar diselenggarakan oleh BSNP. Ini juga dalam kaitan pelayanan kepada peserta didik nonformal, agar lebih mudah bila mau ke perguruan tinggi," kata Ella di sela kunjungannya ke lokasi UN Kesetaraan hari pertama di wilayah Jakarta, Senin.
Didampingi Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) DKI Jakarta Ella meninjau lokasi UN Kesetaraan di Jakarta Selatan di SMK 6, SMKN 29, SMK Purnama, SMKN 8 Pasar Minggu, SMKN 47. Sedangkan, di Jakarta Timur dipusatkan di Akademi Sekretaris Manajemen Indonesia (ASMI).
Pengalaman seleksi
Berdasarkan pengalaman seleksi penerimaan mahasiswa melalui jalur PSMB 2006 siswa yang gagal UN formal 2006 mengalami kesulitan menempuh seleksi ke perguruan tinggi, karena saat yang ditentukan belum memiliki ijazah.
Oleh karena itu, Ella menyebutkan idealnya UN Paket C diselenggarakan tidak jauh sesudah pengumuman UN Formal, sehingga mereka yang gagal UN Formal bisa langsung ikut UN Kesetaraan Paket C. "Ini dalam kaitan pelayanan. Jangan diartikan pelarian bagi peserta tersebut."
Pertimbangan lain secara teknisnya, ada beberapa mata pelajaran yang diujikan ternyata tidak dipelajari siswa yang gagal UN Formal. Misalnya, pelajaran tata negara yang diujikan di Paket C, ternyata tidak dipelajari di SMK.
"Mereka jadi tegang juga, deg-degan soal lulus tidaknya, karena ada materi ujian yang belum mereka pelajari," ujar Ella seraya menambahkan tingkat kelulusan sebelumnya di program Paket C untuk IPS 75 dan IPA 65 dari total peserta. Dengan standar kelulusan rata-rata 4,75.
Namun, diakuinya rata-rata siswa yang gagal UN ini sudah diterima di perguruan tinggi swasta. Bahkan, banyak juga yang diterima di sekolah di luar negeri. Mereka hanya membutuhkan selembar ijazah sebagai salah satu persyaratan untuk masuk ke dunia kampus tersebut.
Data final Puspendik pada 26 Agustus lalu menyebutkan peserta UN Kesetaraan Paket A 17.481 orang, Paket B 245.698 peserta, Paket C 200.968 peserta. Jumlah total 464.147 atau naik 920 peserta.
Jumlah peserta pada Mei-Juni 2006 280.980. Jadi, total peserta tahun ini 745.127. Jumlah peserta UN Kesetaraan 2006 meningkat pesat dibandingkan Mei-November 2005 sebanyak 224.901 orang, kenaikannya 231,3 persen.
Provinsi dengan jumlah peserta terbesar pada periode kedua Jawa Tengah (80.627), Jawa Timur (44.850, Jawa Barat (33.055), Nusa Tenggara Timur (30.137), Kalimantan Barat (23.125), dan Sumatra Utara (21.020).
Peserta DKI untuk Paket A 252, Paket B 1.807, Paket C 8.720. Jumlah totalnya, 10.779 peserta. Tingkat kelulusan UN untuk Mei-Juni 2006 secara nasional kecuali DIY dan Kabupaten Klaten untuk Paket A 84,28, Paket B 88,3, Paket C IPS 75,26 dan Paket C IPA 65,57 persen. Pelaksanaan UN Kesetaraan DIY dan Kabupaten Klaten diundur, karena gempa. Tingkat kelulusan di DIY untuk paket C IPS 62,23 dan Paket C IPA 33,33. Tingkat kelulusan di Kabupaten Klaten untuk Paket C IPS 51,38. (Win/OL-02).
(sumber: media indonesia online)
Wacana 2:
Tangisan Tak Berpeluh
“Kamu ada acara akhir pekan ini?”
Erfan adalah lelaki yang baik. Justru kebaikannya itulah aku sengaja agak menjauh dari dirinya. Mungkin lebih tepatnya kukatakan saja bahwa Erfan itu adalah lelaki yang terlalu baik bagiku. Aku juga tidak mau kebaikannya itu lama kelamaan akan diterjemahkan lain oleh hatiku. Karena hatiku sulit membedakan antara kebaikan seorang lelaki dengan kebaikan –dengan tanda petik di atasnya — dari seorang teman lelaki. Aku tak mau hal itu terjadi antara diriku dan Erfan.
“Aku punya dua tiket untuk nonton film.”
Ia rekan kerjaku sekantor. Meja kami bersebelahan. Hanya disekat dengan papan kecil dan beberapa tumpukan buku. Dengan sedikit melongok, aku sudah dapat mengetahui apa saja yang ia lakukan. Dan tentu saja aku tak akan pernah melakukan hal itu, kecuali beberapa kali saja.
Seperti yang pernah kukatakan sebelumnya bahwa Erfan adalah lelaki yang baik. Teramat sangat baik, bahkan. Ia selalu membantu kesulitanku di kantor. Memberiku kemungkinan solusi terbaik untuk setiap masalahku. Kalau ada sesuatu yang masih menyulitkanku, lelaki yang selalu bersikap sopan dan baik hati itulah yang menyarankan kepadaku agar untuk tidak ragu-ragu meminta bantuannya.
“Film pada pekan ini bagus. Puluhan penonton rela antri berjam-jam untuk mendapatkan tiket dan menonton film yang sedang menjadi box office. Makanya aku membeli dua tiket.”
Aku adalah pegawai baru di perusahaan ini. Aku baru saja mendapatkan gelar sarjana ekonomi, dan semenjak saat itu aku selalu menambahkan huruf SE di belakang namaku.
Aslika Putri Diyanti, SE.
Kupasang ID card di dadaku. Namaku tercantum tepat di bawah foto. Aku kembali bekerja di depan monitor, memasukkan data korespondensi dari perusahaan lain dan juga mendata hasil pemasaran jasa iklan. Pekerjaan ini harus segera kuselesaikan sesuai dengan date line yang ditentukan oleh atasan.
“Mungkin lain kali saja. Tidak apa-apa.”
Aku yakin ia kecewa. Tapi apa yang bisa aku lakukan. Aku tidak suka menonton film. Aku lebih suka menghabiskan akhir pekanku di rumah bersama ayah. Erfan, ia sungguh lelaki yang baik.
Entah kenapa pagi ini – semenjak aku datang — aku merasa sangat bimbang. Apalagi aku adalah pegawai baru di kantor ini dan sekarang aku mendapatkan gosip pertamaku. Ketika makan siang pada jam istirahat kemarin, salah seorang teman sekantor berbisik kepadaku bahwa pandangan mata Erfan tertuju kepadaku. Teman sekantorku menyarankan agar aku tak menoleh kebelakang. Tapi, aku justru memastikan kata-kata teman sekantorku itu, kulihat Erfan sedang menikmati makan siang bersama rekan lelaki lainnya di seberang sambil menatapku. Kulihat senyum sipu ketika mata kami beradu.
Pagi ini sepertinya Erfan tidak masuk kantor. Entah kenapa tiba-tiba hatiku gundah. Aku merindukan….Ah, lebih tepatnya aku menguatirkan keadannya. Lagi-lagi hatiku tak bisa membedakan antara kuatir dan rindu.
Kulihat layar monitornya di sebelah mati. Buku-buku masih tertata rapi seperti biasanya. Ini sudah jam setengah delapan. Aku tidak tahu kemana lelaki itu. Aku juga masih takut untuk bertanya, karena aku tak mau egoku menuduh bahwa diriku memperhatikannya.
Wacana 3:
Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM)
Pembelajaran pada tingkat satuan pendidikan manapun, termasuk di TK/ RA, memiliki sifat yang kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan. Aspek pedagogis menunjuk pada kenyataan bahwa permbelajaran berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan. Karena itu, guru harus mendamping peserta didik menuju kesuksesan belajar atau penguasaan sejumlah kompetensi tertentu. Aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa peserta didik pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda, sehingga menuntut materi yang sesuai dengan perkembangan masing-masing. Selain itu, aspek psi-kologis menunjuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri mengan-dung variasi, misalnya belajar keterampilan motorik, belajar konsep, bel-ajar sikap, dan sebagainya. Perbedaan tersebut menuntut pembelajaran yang berbeda, sesuai dengan jenis belajar yang sedang berlangsung. Aspek didaktis menunjuk pada pengaturan belajar peserta didik oleh guru. Dalam hal ini, guru harus menentukan secara tepat jenis belajar manakah yang paling berperan dalam proses pembelajaran tertentu, dengan meng-ingat kompetensi dasar yang harus dicapai. Terkait dengan itu – sebagaimana yang disarankan oleh Depdiknas, guru harus bisa menciptakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM).
Pembelajaran aktif (active instruction) merupakan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajar-an, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat me-ningkatkan pemahaman dan kompetensinya. Lebih dari itu, pembelajaran aktif memungkinkan peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, seperti menganalisis dan mensintetis, serta melakukan peni-laian terhadap berbagai peristiwa belajar, dan menerapkannya dalam kehi-dupan sehari-hari. Pembelajaran aktif memiliki persmaan dngan model pembelajaran self discovery, yaitu pembelajaran yang dilakukan oleh perserta didik untuk menemukan simpulan sendiri sehingga dapat dijadikan sebagai nilai baru yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Dalam model pembelajaran aktif, guru lebih memosisikan diri sebagai fasi-litator, yang bertugas memberikan kemudahan belajar (to facilitate of learn-ing) kepada peserta didik. Peserta didik terlibat secara aktif dan banyak berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan guru lebih banyak mem-perikan arahan,bimbingan, dan mengatur sirkulasi dan jalannya proses pembelajaran.
Pembelajaran kreatif (creative instruction) merupakan proses proses pem-belajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memuncul-kan kreativitas peserta didik selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan strategi yang bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran, dan pemecahan masalah. Pembelajaran kreatif menuntut guru untuk mampu merangsang kreativitas peserta didik, baik dalam mengembangkan kecakapan berpikir maupun dalam melakukan tindakan. Berpikir kreatif selalu dimulai dengan berpikir kritis, yaitu menemu-kan dan melahirkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada atau memperbaiki sesuatu.
Berpikir kreatif harus dikembangkan dalam proses pembelajaran agar peserta didik terbiasa untuk mengembangkan kreativitasnya. Pada umumnya berpikir kreatif memiliki empat tahapan sebagai berikut. Tahap pertama: persiapan, yaitu proses pengumpulan berbagai informasi untuk diuji. Tahap kedua: inkubasi, yaitu rentang waktu untuk merenungkan hipotesis informasi tersebut sampai diperoleh keyakinan bahwa hipotesis tersebut rasional. Tahap ketiga: iluminasi, yaitu suatu kondisi untuk mene-mukan keyakinan bahwa hipotesis tersebut benar, tepat, dan rasional. Tahap keempat: verifikasi, yaitu pengujian kembali hipotesis untuk dijadikan sebuah rekomendasi, konsep, atau teori. Siswa dikatakan kreatif apabila mampu melakukan sesuatu yang menghasilkan sebuah kegiatan baru yang diperoleh dari hasil berpikir kreatif dengan mewujudkannya dalam bentuk sebuah hasil karya baru.
Pembelajaran efektif (effective instruction) merupakan pembelajaran yang mampu memberikan pengalaman baru, membentuk kompetensi peserta didik, dan mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan peserta didik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran. Seluruh peserta didik harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dalam pembelajaran sehing-ga suasana pembelajaran betul-betul kondusif, dan terarah pada tujuan dan pembentukan kompetensi peserta didik.
Pembelajaran efektif menuntut keterlibaan peserta didik secara aktif karena mereka merupakan pusat kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompe-tensi. Peserta didik harus didorong untuk menafsirkan infromasi yang disaji-kan oleh guru sampai informasi tersebut dapat diterima oleh akal sehat. Dalam Pelaksanaannya, hal ini memerlukan proses pertukaran pikiran, dis-kusi dan perdebatan dalam rangka pencapaian pemahaman yang sama terhadap materi standar.
Pembelajaran efektif perlu ditunjang oleh suasana dan lingkungan belajar yang memadai. Dari itu, guru harus mampu mengelola tempat belajar de-ngan baik, mengelola peserta didik, mengelola kegiatan pembelajaran, mengelola isi/materi pembelajaran, dan mengelola sumber-sumber belajar.
Pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction) merupakan proses pem-belajaran yang di dalamnya terdapat kohesi yang kuat antara pendidik dan peserta didik, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan (not under pres-sure). Dengan kata lain, pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran yang terdapat pola hubungan yang baik atau harmonis antara guru dan peserta didik. Guru memosisikan diri sebagai mitra belajar peserta didik. Dalam hal ini perlu diciptakan suasana demokratis, dan tidak ada beban baik guru maupun peserta didik dalam melakukan proses pembelajaran.
Untuk mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan, guru harus mampu merancang pembelajaran dengan baik, memilih materi pembelajar-an yang tepat, serta memilih dan mengembangkan strategi pembelajara yang dapat melibatkan peserta didik secara optimal.
Berdasarkan pengamatan Anda terhadap ketiga wacana di atas, mana yang tergolong karya tulis jurnalistik? Mana pula yang tergolong karya fiksi dan KTI? Ya, wacana 1 tergolong karya jurnalistik, wacana 2 tergolong karya fiksi, dan wacana 3 tergolong KTI.
Apa pun jenis karya ilmiah yang ditulis oleh siapa saja (termasuk Anda sebagai guru) – sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya – harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
Objektif. Keobjektifan ini menampak pada setiap fakta dan data yang diungkapkan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak dimanipulasi. Juga, setiap pernyataan atau simpulan yang disampaikan berdasarkan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, siapa pun dapat mengecek kebenaran dan keabsahanya.
Netral. Kenetralan ini bisa terlihat pada setiap pernyataan atau penilaian bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun kelompok. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang bersifat ‘mengajak’, ‘membujuk’, atau ‘mempengaruhi’ pembaca dihindarkan.
Sistematis. Uraian yang terdapat pada karya ilmiah dikatakan sistematis apabila mengikuti pola pengembangan tertentu, misalnya pola urutan, klasifikasi, kausalitas, dan sebagainya. Dengan cara demkian, pembaca akan bisa mengikutinya dengan mudah alur uraiannya.
Logis. Kelogisan ini bisa dilihat dari pola nalar yang digunakannya, pola nalar induktif atau deduktif. Kalau bermaksud menyimpulkan suatu fakta atau data digunakan pola induktif; sebaliknya, kalau bermaksud membuktikan suatu teori atau hipotesis digunakan pola deduktif.
Menyajikan fakta (bukan emosi atau perasaan). Setiap pernyataan, uraian, atau simpulan dalam karya ilmiah harus faktual, yaitu menyajikan fakta. Oleh karena itu, pernyataan atau ungkapan yang emosional (menggebu-gebu seperti orang berkampanye, perasaan sedih seperti orang berkabung, perasaan senang seperti orang mendapatkan hadiah, dan perasaan marah seperti orang bertengkar) hendaknya dihindarkan.
KTI yang yang Anda susun juga harus mempunyai ciri-ciri di atas. Satu ciri saja terabaikan, akan menurunkan kualitas KTI Anda.
D.Apa itu sikap ilmiah?
Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus ada pada diri seorang ilmuwan atau akademisi ketika menghadapi persoalan-persoalan ilmiah. Sikap ilmiah ini perlu dibiasakan dalam berbagai forum ilmiah, misalnya dalam diskusi, seminar, lokakarya, dan penulisan karya ilmiah, termasuk dalam penulisan KTI. Sikap-sikap ilmiah yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Sikap ingin tahu. Sikap ingin tahu ini terlihat pada kebiasaan bertanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan bidang kajiannya. Mengapa demikian? Bagaimana caranya? Apa saja unsur-unsurnya? Dan seterusnya, dan seterusnya.
Sikap kritis. Sikap kritis ini terlihat pada kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin berkaitan dengan bidang kajiannya untuk dibanding-banding kelebihan-kekurangannya, kecocokan-tidaknya, kebenaran-tidaknya, dan sebagainya.
Sikap terbuka. Sikap terbuka ini terlihat pada kebiasaan mau mendengarkan pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain, walaupun pada akhirnya pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain tersebut tidak diterima karena tidak sepaham atau tidak sesuai.
Sikap objektif. Sikap objektif ini terlihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya, tanpa diikuti perasaan pribadi.
Sikap rela menghargai karya orang lain. Sikap menghargai karya orang lain ini terlihat pada kebiasaan menyebutkan sumber secara jelas sekiranya pernyataan atau pendapat yang disampaikan memang berasal dari pernyataan atau pendapat orang lain.
Sikap berani mempertahankan kebenaran. Sikap ini menampak pada ketegaran membela fakta dan hasil temuan lapangan atau pengembangan walapun bertentangan atau tidak sesuai dengan teori atau dalil yang ada.
Sikap menjangkau ke depan. Sikap ini dibuktikan dengan selalu ingin membuktikan hipotesis yang disusunnya demi pengembangan bidang ilmunya.
Sikap ilmiah ini juga harus ada pada diri Anda ketika menyusun KTI. Kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan sikap ilmiah harus Anda buang jauh-jauh, misalnya sikap menonjolkan diri dan tidak menghargai pendapat orang lain, sikap ragu dan mudah putus asa, sikap skeptis dan tak acuh terhadap masalah yang dihadapi.
E.Apa tipe KTI Anda?
Berdasarkan bahan kajian dan tipe pembahasaannya, KTI dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu
- KTI berdasarkan hasil kajian pustaka,
- KTI berdasarkan hasil penelitian lapangan, dan
- KTI berdasarkan hasil pengembangan.
Yang dimaksud dengan kajian pustaka ialah kajian atau pembahasan suatu topik yang dilakukan untuk memecahkan suatu masalah yang berpijak pada pengkajian kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. Bahan-bahan yang berupa informasi teoretis, penjelasan teknis, atau temuan aplikatif dari berbagai sumber pustaka ini dianalisis secara kritis dan disajikan dengan sistematika baru sesuai dengan keperluan tertentu. Dengan demikian, bahan-bahan pustaka ini diposisikan sebagai sumber ide atau sumber inspirasi yang dapat membangkitkan gagasan atau pemikiran baru. Oleh karena itu, pola pikir deduktif sering diterapkan dalam KTI jenis kajian pustaka ini.
Yang dimaksud dengan penelitian lapangan ialah jenis penelitian yang berorientasi pada pengumpulan data empiris di lapangan. Berdasarkan data empiris inilah peneliti melakukan analisis secara mendalam sesuai dengan teori yang relevan dan melakukan simpulan. Ditinjau dari pendekatannya, penelitian lapangan ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang pada dasarnya mengggunakan pola nalar deduktif-induktif, yaitu pola nalar yang berangkat dari kerangka teori, gagasan para ahli, atau pemahaman penelitian, kemudian dikembangkan menjadi serangkaian permasalahan dan kemungkinan-kemungkinan pemecahannya untuk memperoleh pembenaran (verifikasi) dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan. Semetara itu, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan mengungkap gejala atau fenomena secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami sebagai sumber langsung lewat keterlibatan peneliti sebagai instrumen kunci. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pola nalar induktif. Oleh karena itu, gambaran proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Dengan demikian, KTI jenis penelitian lapangan ini ada dua jenis, yaitu KTI penelitian lapangan kuantitatif dan KTI penelitian lapangan kualitatif.
Yang dimaksud dengan pengembangan ialah perancangan kegiatan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan aktual dengan memanfaatkan teori-teori, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip, atau temuan-temuan penelitian yang relevan. Oleh karena itu kegiatan pengembangan ini bersifat praktis-pragmatis. KTI berjenis pengembangan ini memiliki perbedaan bila dibanding dengan KTI berjenis penelitian lapangan. Apabila KTI berjenis penelitian lapangan berupaya menguji jawaban yang ajukan terhadap suatu masalah, KTI berjenis pengembangan berupaya menerapkan pemecahan suatu masalah.
Dari ketiga jenis KTI tersebut, mana yang Anda pilih? Jawabannya tergantung pada jenis topik yang akan Anda kembangkan dalam KTI. Anda tidak perlu memaksakan ke jenis KTI tertentu. Yang penting, ikuti langkah-langkah penulisan KTI berikut.
F.Apa saja langkah umum penulisan KTI?
Apabila Anda telah memantapkan diri untuk menulis KTI, langkah-langkah umum yang Anda lakukan adalah:
- pemilihan topik KTI,
- penyusunan kerangka KTI,
- pengumpulan bahan KTI, dan
- penulisan KTI,
Keempat langkah tersebut dikatakan langkah umum karena setiap langkah masih ada tahapan-tahapan kegiatan teknis yang Anda lakukan. Anda tidak perlu risau dengan langkah-langkah ini karena setiap langkah Anda akan dipandu lewat pembahasan pada bab-bab berikutnya. Yang penting, Anda mengikuti setiap langkah yang disarankan.
BUKTIKAN BAHWA ANDA BISA MENULIS KTI!
LAKUKAN LANGKAH-LANGKAH PENULISAN SECARA MANTAP!
IKUTI SETIAP LANGKAH YANG DISARANKAN PADA BAB BERIKUT!
===
Anda ingin membaca selengkapnya? Baca bukunya yang segera akan terbit. Atau, hubungi Masnur Muslich via email: muslich_m@yahoo.co.id
PRAKATA
Kehadiran buku ini didasari pertimbangan berikut. Selama ini guru-guru sudah sering mendapatkan teori penulisan karya ilmiah (KTI) lewat berbagai forum seminar dan/atau lokakarya yang berlabel “KTI” tetapi sebagian besar di antara mereka tetap saja kurang – bahkan tidak – dapat menulis KTI sesuai dengan yang diharapkan. Biangnya adalah materi yang dibicarakan dalam forum ilmiah “bergengsi” tersebut masih berkutat pada tataran teoretis dan belum menyentuh kebutuhan praktis. Akibatnya, ketika mereka dihadapkan padan langkah-langkah konkret apa yang harus dilakukan dalam penulisan KTI, mereka tetap saja dirundung kecanggungan dan kebingungan.
Kedua, ketika lima tahun terakhir ini penulis dimintai bantuan oleh sekelompok guru untuk melakukan pendampingan penulisan KTI, mereka ternyata dapat melaksanakannya dengan lancar mulai pada tahap perencanaan, pelaksanakan, sampai pada tahap pelaporan. Keberhasilan ini bukan karena penulis ikut campur dalam penulisannyanya, tetapi hanyalah memberikan saran-saran konkret apa yang harus mereka lakukan setiap tahapan dalam pengembangan KTI. Akibat lanjutnya adalah para guru yang sebelumnya kepangkatan mereka macet pada golongan IVA sekarang naik menjadi IVB, bahkan empat tahun berikutnya menjadi IVC. Kelancaran ini karena syarat utama yang berupa KTI mendapatkan nilai maksimal dari Tim Penilai Provinsi atau Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi.
Sebagai bagian dari kewajiban moral, pengalaman keberhasilan pendampingan tersebut perlu penulis tularkan kepada para guru yang selama ini mendambakan keberhasilan penulisan KTI. Apakah karena mereka dilatarbelakangi oleh kemacetan kenaikan pangkat atau memang ingin menjadi sosok guru yang profesional karena selalu ingin meningkatkan keberhasilan dalam penyampaian gagasan kritis terkait dengan bidang studi yang digelutinya .
Atas pertimbangan itulah, buku bertajuk Menulis KTI itu Mudah ini disusun. Semoga upaya ini ada guna dan manfaatnya bagi para “pahlawan pendidikan” demi masa depan anak bangsa.
Malang, Januari 2009
Masnur Muslich
DAFTAR ISI
Prakata
Daftar Isi
Bab 1: APA ITU KTI?
a. Mengapa KTI Menjadi Pilihan?
B. Apa Perbedaan KTI dan Jenis Karya Ilmiah yang Lain?
C. Apa Ciri Karya Tulis Ilmiah?
D. Apa itu Sikap Ilmiah?
E. Apa Jenis KTI Anda?
BAB 2: BAGAIMANA MEMILIH TOPIK?
A. Apa itu Topik?
B. Dari Mana Anda Memperoleh Topik?
C. Apa Saja Syarat Topik KTI?
D. Apa Jenis Topik KTI Anda?
E. Apa Perbedaan Topik dan Judul?
BAB 3: BAGAIMANA MENYUSUN KERANGKA KTI?
A. Apa itu Kerangka?
B. Bagaimana Tahapan Penyusunan Kerangka?
C. Bagaimana Pola Kerangka KTI Hasil Kajian Pustaka?
D. Bagaimana Pola Kerangka KTI Hasil Penelitian Kuantitatif?
E. Bagaimana Pola Kerangka KTI Hasil Penelitian kualitatif?
F. Bagaimana Pola Kerangka KTI Hasil Pengembangan?
BAB 4: BAGAIMANA MENCARI BAHAN PENULISAN KTI?
A. Apa itu Bahan?
B. Apa saja Syarat Bahan?
C. Bagaimana Tipe-tipe Bahan Penulisan?
D. Bagaimana Cara Perekaman Bahan Pustaka?
E. Bagaimana Cara Perekaman Bahan Hasil Penelitian?
BAB 5: BAGAIMANA sistematikan dan konVensi penulisan KTI
A. Bagaimana Sistematikan Penulisan KTI?
B. Bagaimana Penulisan Kutipan?
C. Bagaimana Penulisan Pustaka Acuan?
D. Bagaimana Penulisan Tabel dan Gambar?
BAB 6: BAGAIMANA penggunaan bahasa dalam KTI?
A. Bagaimana Penggunaan Kata dan Istilah?
B. Bagamana Penyusunan Kalimat?
C. Bagiamana Penyusunan Paragraf?
D. Bagaimana Penggunaan Ejaan?
BAB 7: BAGAIMANA KONVENSI PROFIL KESELURUHAN KTI?
A. Bagaimana Bagian Awal KTI?
B. Bagaimana Bagian Inti KTI?
C. Bagaimana Bagian Akhir KTI?
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB 1 APA ITU KTI?
Karya Tulis Ilmiah atau KTI merupakan karya tulis yang menguraikan suatu tema atau topik yang terkait dengan disiplin atau bidang keilmuan tertentu. Bagi sebagian orang – mungkin termasuk Anda? – menulis KTI dianggap sebagai kegiatan yang memerlukan tenaga dan pikiran ekstra, terutama bagi yang kurang terbiasa atau kurang mampu tulis-menulis. Tetapi, kekurangmampuan ini tidak layak dipakai sebagai alasan untuk menyurutkan niat dan tekad Anda untuk menulis KTI. Sebab, tulis-menulis – termasuk menulis KTI – merupakan kegiatan yang bisa dipelajari dan diterampilkan dengan cara berlatih dan berlatih. Dengan membaca buku ini, dan mempraktikkan setiap langkah yang disarankan, Anda (selaku guru yang berkomitmen terhadap profesionalitas) diharapkan bisa mewujudkan KTI yang (sebelumnya) Anda anggap berat itu.
A.Mengapa KTI menjadi pilihan?
Sebagai bagian dari komunitas akademik, Anda tidak mungkin lepas dari kegiatan ilmiah, baik dalam bentuk kegiatan lisan (diskusi, seminar, loka karya) maupun kegiatan tulis-menulis (menyusun laporan, makalah, buku pelajaran, laporan hasil penelitian, dan karya ilmiah sejenis). Serangkaian kegiatan yang telah mentradisi di lingkungan komunitas akademik ini pada dasarnya adalah forum atau sarana penyampaian informasi baru, gagasan, kajian, atau temuan hasil penelitian yang berkaitan dengan bidang-bidang keilmuan yang digelutinya. Lewat forum inilah Anda diharapkan bisa lebih memahami, mendalami, dan mengembangkan disiplin ilmu masing-masing. Oleh karena itu, akan naif kalau ada sosok guru – termasuk Anda? – dengan sengaja menghindari kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut.
Penulisan KTI juga merupakan bagian yang terpisahkan profesionalitas guru. Bahkan, karena pentingnya KTI ini, kelancaran Anda dalam pengembanagan karier juga ditentukan oleh seberapa jauh Anda dapat membuahkan KTI. Mengapa demikian? Karena KTI merupakan karya yang dianggap bisa memberikan indikator kadar pemahaman, ketelitian, dan inovasi atas disiplin ilmu yang Anda geluti. Oleh karena itu, tidak mustahil apabila terdapat beberapa guru yang kapangkatannya mentok di IVA dan tidak dapat naik pangkat ke IVB karena syarat utama KTI tidak terpenuhi.
Lewat petunjuk praktis ini diharapkan Anda dapat dengan mudah menulis KTI. Tunjukkan bahwa Anda mampu, sebagaimana kemampuan Anda mengajar selama ini. Jangan patah semangat. Apabila KTI Anda berkualitas, Anda tentu tidak akan mengalami kemacetan dalam kenaikan pangkat.
Sebagai bahan perenungan, perhatikan esai ringan Tabrani Yuni yang bertajuk ”Bila Guru Mau Menulis” Berikut.
BILA GURU MAU MENULIS
Oleh Tabrani Yunis *)
Beberapa penulis yang telah berpengalaman, seperti Eka Budianta, pernah mengungkapkan kepada public bahwa menulis itu mudah. Kalau tidak percaya, baca saja bukunya yang berjudul menggebrak dunia mengarang. Bahkan sang penulis yang berambut gondrong, yang menerbitkan sebuah tabloid remaja terkenal di tanah air, Arswendo Atmowiloto, mengatakan bahwa menulis itu gampang. Tidak juga percaya ? Baca saja bukunya Menulis itu gampang. Banyak lagi penulis lain yang selalu memotivasi para remaja, orang tua atau siapa saja untuk menulis. Hernowo, lelaki kelahiran Magelang yang kini menjadi penulis best seller di penerbit MLC yang sangat produktif dalam menuliskan kiat-kiat menulis juga mengatakan menulis itu sangat mudah. Salah satu bukunya yang masih baru adalah Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Membuat Buku. Berbagai kiat atau resep menulis ditawarkan kepada guru. Dalam kata pengantar di buku terbitan MLC itu, Hernowo berpesan berharap" saya ingin para pengajar di seluruh Indonesia dapat menulis buku untuk para muridnya. Saya ingin sekali para pengajar itu dapat memperkaya para muridnya dengan cerita-cerita yang mengasyikkan, ditulis oleh mereka di karya-karya tulis mereka. Hernowo dengan bahasa yang cair itu menyuguhkan cara-cara yang mudah untuk menulis. Namun, mengapa tidak banyak guru yang mau menulis ?
Banyak bukti untuk menerangkan tentang rendahnya budaya menulis di kalangan guru. Kita tidak perlu membuat indikator terlalu banyak. Cobalah amati buku-buku di perpustakaan atau di toko-toko buku. Hitunglah, berapa banyak buku yang ditulis oleh para guru. And membaca surat kabar ? Hitunglah berapa banyak artikel yang ditulis oleh para guru. Pasti jarang sekali. Bukan ?
Benarkah guru tidak mampu menulis atau tidak terbiasa menulis ? Jawabannya pasti bermacam ragam. Namun dalam realitasnya, memang sangat sedikit guru yang menulis. Jangankan untuk menulis di media massa, jurnal atau yang lainnya, untuk membuat karya tulis yang diajukan dalam pengurusan kenaikan pangkat saja, banyak yang tidak bisa. Padahal, guru harus membuat karya tulis kalau mau cepat naik pangkat. Ketidak mampuan ini telah melahirkan sebuah kebohongan baru di dalam diri sebagian guru yang ingin cepat naik pangkat. Caranya banyak, bisa dengan meminta tanaga orang lain, dengan cara membayar dan bahkan bahkan dengan melakukan tindakan pemalsuan. Ini sebuah tindakan memalukan dan merendahkan kredibilitas guru. Padahal, kalau bisa menulis karya tulis sendiri, aktivitas ini adalah sebuah upaya pengembangan diri guru dalam mengekspresikan diri. Namun sekali lagi, budaya menulis di kalangan guru itu sangat rendah. Idealnya, seorang guru harus mau dan pintar menulis. Mengapa demikian ?
Dilihat dari perspektif guru sebagai subjek, sebagai praktisi pendidikan para guru memiliki potensi menulis yang sangat besar. Ya, guru sebenarnya memiliki segudang bahan berupa pengalaman pribadi tentang system dan model pembelajaran yang dijalankan. Guru bisa menulis tentang indahnya menjadi guru, atau bisa juga menuliskan soal duka cita menjadi guru. Bisa pula memaparkan tentang sisi-sisi kehidupan guru dan sebagainya. Di pihak lain, sebagai objek, selama ini banyak orang menjadikan guru sebagai bahan perbincangan, sebagai bahan tulisan. Berbagai sorotan dan kritik dilemparkan orang dalam tulisan mengenai profesi guru yang semakin marginal ini. Berbagai keprihatinan terhadap profesi guru yang semakin langka ini, menjadi sejuta bahan untuk ditulis. Sayangnya, tulisan-tulisan mengenai guru, kebanyakan tidak ditulis oleh para guru. Padahal, kalau semua ini ditulis oleh guru, maka penulisan sang guru itu akan menjadi sebuah proses pembelajaran bagi semua orang.
Betapa banyak hikmah dan keuntungan yang dapat dipetik guru, kalau mereka mau menulis. Keuntungan-keuntungan itu antara lain: *Pertama*, kegiatan menulis adalah sebuah aktivitas yang dapat memberikan motivasi tinggi kepada guru. Ketika tulisan–tulisan (karya tulis) dipublikasikan di media, kita biasanya sangat senang (fun) serta terdorong untuk menulis lagi. Kita juga merasa bangga (pride) dengan pemuatan itu. Ini sering menjadi motivasi. Nah, bila guru banyak menulis, maka sang guru akan sangat termotivasi bahwakan mendapat nilai tambah (added value) karena bisa digolongkan ke dalam kelompok intelektual. Ini salah satu nilai positifnya. *Kedua,*kegiatan menulis bisa membuat guru menjadi manusia pembelajar (istilah yang dipakai penulis Harefa). Karena kalau guru mau atau akan menulis, ia pasti harus melakukan aktivitas membaca. Membaca dalam arti ril seperti membaca berbagai referensi atau literature dan juga membaca realitas social. Pada proses ini sang guru yang suka menulis akan terbiasa dengan aktivitas belajar mengidentifikasi masalah, belajar menganalisisnya serta mengasah kemampuan mencari solusi. Pembelajaran yang demikian bisa membuat guru menjadi sosok pendidik yang kritis. Kalau ini dilakukan, kesan guru malas belajar akan pupus. *Ketiga*, percaya atau tidak, menulis bisa memberikan keuntungan popularitas. Para penulis yang sering menulis di media massa, biasanya akan dikenal oleh banyak orang. Apalagi kalau ia mampu menyajikan hal-hal yang menarik, pasti para pembaca akan selalu teringat dengan si penulisnya. Guru juga akan bisa memiliki banyak penggemar di bidang ini.
Sekali lagi, kalau guru mau menulis. "Keempat", tak dapat dipungkiri bahwa menulis sebenarnya bisa menambah *income*. Tidak percaya ? Coba saja kirim tulisan atau karya tulis ke media. Bila tulisan dimuat, maka kocek akan bertambah. Bagi guru menulis bisa mengatasi kesulitan ekonomi yang dihadapi para guru yang selama ini dirasakan masih rendah tingkat kesejahteraannya. Dan Andai guru mau aktif menulis di media atau menulis buku, performance guru pasti berubah. Hasil menulis di media, bisa lebih besar dibandingkan gaji guru yang diterima setiap bulannya. Tidak percaya ? Silakan coba. *Kelima*, ada nilai tambah dari menulis yang bisa dipetik sang guru. Dengan menulis, guru bisa menambah angka kredit. Kredit ini lebih bergengsi dan jumlahnya lebih besar dari mengajar selama satu semester. Bayangkan saja, satu artikel yang dimuat di media massa, nilai kreditnya 2 point. Kalau guru bisa menulis dengan baik, guru tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membayar ongkos menulis sebuah karya tulis untuk kenaikan pangkat. Banyak sekali keuntungan menulis bagi guru,kalau guru mau menulis. Betapa sayangnya, kalau guru malas, atau tidak bisa menulis. Padahal, kata Dylan Thomas "Menulislah, karena hanya itu cara untuk membuat dunia tahu apa yang engkau pikirkan"
Agaknya, memang tidak ada kata terlambat bagi para guru untuk mengembangkan kreativitas menulis. Banyak jalan agar para guru bisa menulis. Bukankah para guru sebenarnya memiliki potensi yang besar dalam menulis. Guru memiliki sejuta masalah yang membutuhkan langkah analisis dan solusif ? Bukankah merubah paradigma pembelajaran itu lebih cepat terjadi kalau guru banyak membaca dan kemudian mengekspresikan hasil bacaan itu ke dalam sebuah tulisan, apapun bentuknya. Apakah para guru harus diberikan dorongan ekstra ?
Wah, alangkah bermakna dan berharganya kalau guru mau berlatih, bertlatih dan berlatih menulis. Betapa terangkatnya martabat guru, kalau guru bisa dan mau menulis. Kalau guru mau menulis,pasti akan banyak anak didik yang bisa menjadi penulis andalan. Kiranya tidak ada kata terlambat bagi para guru untuk menulis. Yang ada mari mencoba, membangun diri dengan menulis Semoga.
Pada sisi lain, manfaat akademis yang bisa segera Anda peroleh adalah sebagai berikut.
- Anda terpacu membaca secara efektif.
- Anda terlatih menggabungkan hasil bacaan, menyarikan, dan mengembangkannya.
- Anda terbiasa melacak atau mencari informasi di perpustakaan.
- Anda terbiasa menemukan fakta, mengorganisasikan, dan menyajikan fakta secara jelas dan sistematis.
- Anda terbiasa berpikir ilmiah, baik secara induktif, deduktif, maupun penggabungan keduanya.
- Anda akan mendapatkan kepuasaan intelektual.
- Anda akan turut andil dalam membuka cakarawala iptek bagi masyarakat.
B.Apa saja jenis KTI itu?
Terdapat berbagai jenis KTI yang selama ini sering kita jumpai, yaitu makalah, kertas kerja, artikel, laporan penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi. Apa perbedaannya?
Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah dalam bidang tertentu yang pembahasaanya berdasarkan data empiris dan objektif di lapangan, dan yang penyajianya mengikuti proses berpikir deduktif atau induktif. Makalah biasanya disusun oleh seseorang (termasuk Anda sebaai guru) ketika ditunjuk sebagai nara sumber dalam suatu seminar, diskusi, atau forum ilmiah lainnya. Oleh karena itu, nara sumber tersebut biasa disebut ”pemakalah”. Dengan demikian, walaupun merupakan bentuk paling sederhana di antara karya tulis yang ada, makalah juga memiliki ciri-ciri sebagai karya ilmiah, yaitu objektif, netral, faktual, sistemis, dan logis.
Kertas kerja, seperti halnya makalah, juga karya ilmiah yang menyajikan bidang tertentu yang pembahasannya berdasarkan data empiris dan objektif di lapangan, dan penyajiannya mengikuti proses berpikir deduktif atau induktif. Hanya saja, analisis dalam kertas kerja lebih mendalam dan aplikatif. Karena sifat analisis yang demikian, kertas kerja ini layak dipakai sebagai bahan sajian dalam lokakarya (sanggar kerja, work shop).
Artikel adalah karya ilmiah yang menyajikan bidang tertentu yang pembahasannya berdasarkan data empiris dan objektif di lapangan, dan penyajiannya mengikuti proses berpikir deduktif atau induktif. Hanya saja, karena dipersiapkan untuk dimuat di jurnal atau majalah ilmiah, sajiannya mengikuti pola atau format yang dikehendaki tim redaksi jurnal atau majalah tersebut. Anda pun hendaknya membiasakan diri untuk menulis artikel yang siap dimuat di jurnal atau majalah profesi. Beberapa lembaga pendidikan atau kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di tingkat Kabupaten/Kota atau tingkat Provinsi biasanya mempunyai jurnal atau majalah berkala yang siap memuat tulisan para guru. Sebagai ajang kreativitas dan demi peningkatan profesi, media ini sepatutnya Anda manfaatkan. Contoh jenis artikel dapat Anda lihat pada Lampiran.
Laporan penelitian adalah karya ilmiah yang berisi laporan hasil penelitian yang ditulis oleh peneliti yang bersangkutan. Penelitian yang dilaporkan bisa berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas (PTK), hasil penelitian eksperimental, atau hasil penelitian pengembangan. Dalam pengerjaan penelitian, peneliti bisa melakukanya secara individu atau secara tim. Selain itu, peneliti pun dapat minta bimbingan kepada para pakar di bidangnya agar proses dan hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi isi maupun teknik penyampaiannya.
Skripsi adalah karya ilmiah yang ditulis mahasiswa program S1 yang membahas topik atau bidang tertentu berdasarkan hasil kajian pustaka yang ditulis oleh para ahli, hasil penelitian lapangan, atau hasil pengembangan (eksperimen). Dalam pengerjaan skripsi, mahasiswa dibimbing oleh minimal dua orang dosen pembimbing yang ditunjuk oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Pembimbingan ini dimaksudkan agar hasil skrpsi mahasiswa berkualitas baik dari segi isi maupun teknik penyampaiannya.
Tesis adalah karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa program S2 (master) pada akhir studinya. Pembahasan topik pada tesis lebih mendalam daripada KTI. Oleh karena itu, pembahasan suatu topik yang hanya terbatas pada studi pustaka yang biasa terdapat pada KTI, tidak dilakukan dalam tesis. Topik tesis lebih mengarah pada penelitian lapangan dan pengembangan (eksperimen). Temuan-temuan dari penelitian lapangan dan pengembangan (eksperimen) dianalisis berdasarkan teori-teori yang ada, dan sebagai dasar untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
Disertasi adalah karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa program S3 (doktor) yang mengemukakan dalil atau teori baru berdasarkan hasil temuan lapangan, baik lewat penelitian maupun pengembangan (eksperimen). Temuan-temuan baru ini akan diterima di kalangan komunitas akademik setelah dipertanggungjawabkan atau dipertahankan di hadapan forum ujian senat guru besar pada perguruan tinggi yang bersangkutan. Oleh karena itu, temuan teori pada disertasi bisa dianggap sebagai temuan yang orisinal.
C.Apa ciri KTI?
KTI berbeda dengan karya tulis jurnalistik. KTI juga berbeda dengan karya tulis prosa fiksi. Perbedaan itu terlihat pada hal-hal berkut.
Apabila karya tulis jurnalistik mendeskripsikan objek atau menceritakan peristiwa sebagai tujuan utama penulisan, KTI mendeskripsikan objek atau menceritakan peristiwa sebagai bukti yang mendasari penyimpulan sebuah teori. Oleh karena itu, tugas jurnalis adalah “memfoto” fenomena apa adanya, tanpa diikuti komentar atau analisis teori. Sebaliknya, tugas ilmuwan atau akademisi adalah menganalisis fenomena berdasarkan teori tertentu.
Apabila karya tulis prosa fiksi menonjolkan ekspresi emosi atau perasaan, KTI menonjolkan ekspresi akal pikiran. Oleh karena itu, pengarang prosa fiksi bebas mengekspresikan imajinasinya yang subjektif. Sebaliknya, penulis KTI bebas mengekspresikan analisis logis yang objektif.
Sebagai bahan banding, perhatikan ketiga wacana berikut.
Wacana 1:
Ujian Kesetaraan Paket C Diikuti 65% Siswa Gagal UN
JAKARTA--MIOL: Ujian Nasional (UN) Kesetaraan Paket C yang berlangsung serentak di seluruh Indonesia, Senin (28/8), diikuti 200.968 peserta, umumnya berjalan lancar. Sebanyak 65 persen peserta itu di antaranya, merupakan siswa yang gagal UN formal 2006.
Direktur Pendidikan Kesetaraan, Ditjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Depdiknas, Ella Yulaelawati mengatakan laporan dari daerah-daerah menyebutkan UN Kesetaraan Paket C yang dimulai 28 Agustus-31 Agustus berjalan lancar. Paket A dan B dimulai 31 Agustus-2 September. Pengumumannya serentak pada 28 September mendatang.
Namun, untuk UN Kesetaraan tahun mendatang akan diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Tujuannya, antara lain, agar jadualnya bisa disesuaikan dengan penerimaan mahasiswa baru pada tahun yang sama.
"Pak menteri juga menghendaki begitu, agar diselenggarakan oleh BSNP. Ini juga dalam kaitan pelayanan kepada peserta didik nonformal, agar lebih mudah bila mau ke perguruan tinggi," kata Ella di sela kunjungannya ke lokasi UN Kesetaraan hari pertama di wilayah Jakarta, Senin.
Didampingi Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) DKI Jakarta Ella meninjau lokasi UN Kesetaraan di Jakarta Selatan di SMK 6, SMKN 29, SMK Purnama, SMKN 8 Pasar Minggu, SMKN 47. Sedangkan, di Jakarta Timur dipusatkan di Akademi Sekretaris Manajemen Indonesia (ASMI).
Pengalaman seleksi
Berdasarkan pengalaman seleksi penerimaan mahasiswa melalui jalur PSMB 2006 siswa yang gagal UN formal 2006 mengalami kesulitan menempuh seleksi ke perguruan tinggi, karena saat yang ditentukan belum memiliki ijazah.
Oleh karena itu, Ella menyebutkan idealnya UN Paket C diselenggarakan tidak jauh sesudah pengumuman UN Formal, sehingga mereka yang gagal UN Formal bisa langsung ikut UN Kesetaraan Paket C. "Ini dalam kaitan pelayanan. Jangan diartikan pelarian bagi peserta tersebut."
Pertimbangan lain secara teknisnya, ada beberapa mata pelajaran yang diujikan ternyata tidak dipelajari siswa yang gagal UN Formal. Misalnya, pelajaran tata negara yang diujikan di Paket C, ternyata tidak dipelajari di SMK.
"Mereka jadi tegang juga, deg-degan soal lulus tidaknya, karena ada materi ujian yang belum mereka pelajari," ujar Ella seraya menambahkan tingkat kelulusan sebelumnya di program Paket C untuk IPS 75 dan IPA 65 dari total peserta. Dengan standar kelulusan rata-rata 4,75.
Namun, diakuinya rata-rata siswa yang gagal UN ini sudah diterima di perguruan tinggi swasta. Bahkan, banyak juga yang diterima di sekolah di luar negeri. Mereka hanya membutuhkan selembar ijazah sebagai salah satu persyaratan untuk masuk ke dunia kampus tersebut.
Data final Puspendik pada 26 Agustus lalu menyebutkan peserta UN Kesetaraan Paket A 17.481 orang, Paket B 245.698 peserta, Paket C 200.968 peserta. Jumlah total 464.147 atau naik 920 peserta.
Jumlah peserta pada Mei-Juni 2006 280.980. Jadi, total peserta tahun ini 745.127. Jumlah peserta UN Kesetaraan 2006 meningkat pesat dibandingkan Mei-November 2005 sebanyak 224.901 orang, kenaikannya 231,3 persen.
Provinsi dengan jumlah peserta terbesar pada periode kedua Jawa Tengah (80.627), Jawa Timur (44.850, Jawa Barat (33.055), Nusa Tenggara Timur (30.137), Kalimantan Barat (23.125), dan Sumatra Utara (21.020).
Peserta DKI untuk Paket A 252, Paket B 1.807, Paket C 8.720. Jumlah totalnya, 10.779 peserta. Tingkat kelulusan UN untuk Mei-Juni 2006 secara nasional kecuali DIY dan Kabupaten Klaten untuk Paket A 84,28, Paket B 88,3, Paket C IPS 75,26 dan Paket C IPA 65,57 persen. Pelaksanaan UN Kesetaraan DIY dan Kabupaten Klaten diundur, karena gempa. Tingkat kelulusan di DIY untuk paket C IPS 62,23 dan Paket C IPA 33,33. Tingkat kelulusan di Kabupaten Klaten untuk Paket C IPS 51,38. (Win/OL-02).
(sumber: media indonesia online)
Wacana 2:
Tangisan Tak Berpeluh
“Kamu ada acara akhir pekan ini?”
Erfan adalah lelaki yang baik. Justru kebaikannya itulah aku sengaja agak menjauh dari dirinya. Mungkin lebih tepatnya kukatakan saja bahwa Erfan itu adalah lelaki yang terlalu baik bagiku. Aku juga tidak mau kebaikannya itu lama kelamaan akan diterjemahkan lain oleh hatiku. Karena hatiku sulit membedakan antara kebaikan seorang lelaki dengan kebaikan –dengan tanda petik di atasnya — dari seorang teman lelaki. Aku tak mau hal itu terjadi antara diriku dan Erfan.
“Aku punya dua tiket untuk nonton film.”
Ia rekan kerjaku sekantor. Meja kami bersebelahan. Hanya disekat dengan papan kecil dan beberapa tumpukan buku. Dengan sedikit melongok, aku sudah dapat mengetahui apa saja yang ia lakukan. Dan tentu saja aku tak akan pernah melakukan hal itu, kecuali beberapa kali saja.
Seperti yang pernah kukatakan sebelumnya bahwa Erfan adalah lelaki yang baik. Teramat sangat baik, bahkan. Ia selalu membantu kesulitanku di kantor. Memberiku kemungkinan solusi terbaik untuk setiap masalahku. Kalau ada sesuatu yang masih menyulitkanku, lelaki yang selalu bersikap sopan dan baik hati itulah yang menyarankan kepadaku agar untuk tidak ragu-ragu meminta bantuannya.
“Film pada pekan ini bagus. Puluhan penonton rela antri berjam-jam untuk mendapatkan tiket dan menonton film yang sedang menjadi box office. Makanya aku membeli dua tiket.”
Aku adalah pegawai baru di perusahaan ini. Aku baru saja mendapatkan gelar sarjana ekonomi, dan semenjak saat itu aku selalu menambahkan huruf SE di belakang namaku.
Aslika Putri Diyanti, SE.
Kupasang ID card di dadaku. Namaku tercantum tepat di bawah foto. Aku kembali bekerja di depan monitor, memasukkan data korespondensi dari perusahaan lain dan juga mendata hasil pemasaran jasa iklan. Pekerjaan ini harus segera kuselesaikan sesuai dengan date line yang ditentukan oleh atasan.
“Mungkin lain kali saja. Tidak apa-apa.”
Aku yakin ia kecewa. Tapi apa yang bisa aku lakukan. Aku tidak suka menonton film. Aku lebih suka menghabiskan akhir pekanku di rumah bersama ayah. Erfan, ia sungguh lelaki yang baik.
Entah kenapa pagi ini – semenjak aku datang — aku merasa sangat bimbang. Apalagi aku adalah pegawai baru di kantor ini dan sekarang aku mendapatkan gosip pertamaku. Ketika makan siang pada jam istirahat kemarin, salah seorang teman sekantor berbisik kepadaku bahwa pandangan mata Erfan tertuju kepadaku. Teman sekantorku menyarankan agar aku tak menoleh kebelakang. Tapi, aku justru memastikan kata-kata teman sekantorku itu, kulihat Erfan sedang menikmati makan siang bersama rekan lelaki lainnya di seberang sambil menatapku. Kulihat senyum sipu ketika mata kami beradu.
Pagi ini sepertinya Erfan tidak masuk kantor. Entah kenapa tiba-tiba hatiku gundah. Aku merindukan….Ah, lebih tepatnya aku menguatirkan keadannya. Lagi-lagi hatiku tak bisa membedakan antara kuatir dan rindu.
Kulihat layar monitornya di sebelah mati. Buku-buku masih tertata rapi seperti biasanya. Ini sudah jam setengah delapan. Aku tidak tahu kemana lelaki itu. Aku juga masih takut untuk bertanya, karena aku tak mau egoku menuduh bahwa diriku memperhatikannya.
Wacana 3:
Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM)
Pembelajaran pada tingkat satuan pendidikan manapun, termasuk di TK/ RA, memiliki sifat yang kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis, dan didaktis secara bersamaan. Aspek pedagogis menunjuk pada kenyataan bahwa permbelajaran berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan. Karena itu, guru harus mendamping peserta didik menuju kesuksesan belajar atau penguasaan sejumlah kompetensi tertentu. Aspek psikologis menunjuk pada kenyataan bahwa peserta didik pada umumnya memiliki taraf perkembangan yang berbeda, sehingga menuntut materi yang sesuai dengan perkembangan masing-masing. Selain itu, aspek psi-kologis menunjuk pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri mengan-dung variasi, misalnya belajar keterampilan motorik, belajar konsep, bel-ajar sikap, dan sebagainya. Perbedaan tersebut menuntut pembelajaran yang berbeda, sesuai dengan jenis belajar yang sedang berlangsung. Aspek didaktis menunjuk pada pengaturan belajar peserta didik oleh guru. Dalam hal ini, guru harus menentukan secara tepat jenis belajar manakah yang paling berperan dalam proses pembelajaran tertentu, dengan meng-ingat kompetensi dasar yang harus dicapai. Terkait dengan itu – sebagaimana yang disarankan oleh Depdiknas, guru harus bisa menciptakan pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM).
Pembelajaran aktif (active instruction) merupakan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajar-an, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat me-ningkatkan pemahaman dan kompetensinya. Lebih dari itu, pembelajaran aktif memungkinkan peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, seperti menganalisis dan mensintetis, serta melakukan peni-laian terhadap berbagai peristiwa belajar, dan menerapkannya dalam kehi-dupan sehari-hari. Pembelajaran aktif memiliki persmaan dngan model pembelajaran self discovery, yaitu pembelajaran yang dilakukan oleh perserta didik untuk menemukan simpulan sendiri sehingga dapat dijadikan sebagai nilai baru yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Dalam model pembelajaran aktif, guru lebih memosisikan diri sebagai fasi-litator, yang bertugas memberikan kemudahan belajar (to facilitate of learn-ing) kepada peserta didik. Peserta didik terlibat secara aktif dan banyak berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan guru lebih banyak mem-perikan arahan,bimbingan, dan mengatur sirkulasi dan jalannya proses pembelajaran.
Pembelajaran kreatif (creative instruction) merupakan proses proses pem-belajaran yang mengharuskan guru untuk dapat memotivasi dan memuncul-kan kreativitas peserta didik selama pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan strategi yang bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran, dan pemecahan masalah. Pembelajaran kreatif menuntut guru untuk mampu merangsang kreativitas peserta didik, baik dalam mengembangkan kecakapan berpikir maupun dalam melakukan tindakan. Berpikir kreatif selalu dimulai dengan berpikir kritis, yaitu menemu-kan dan melahirkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada atau memperbaiki sesuatu.
Berpikir kreatif harus dikembangkan dalam proses pembelajaran agar peserta didik terbiasa untuk mengembangkan kreativitasnya. Pada umumnya berpikir kreatif memiliki empat tahapan sebagai berikut. Tahap pertama: persiapan, yaitu proses pengumpulan berbagai informasi untuk diuji. Tahap kedua: inkubasi, yaitu rentang waktu untuk merenungkan hipotesis informasi tersebut sampai diperoleh keyakinan bahwa hipotesis tersebut rasional. Tahap ketiga: iluminasi, yaitu suatu kondisi untuk mene-mukan keyakinan bahwa hipotesis tersebut benar, tepat, dan rasional. Tahap keempat: verifikasi, yaitu pengujian kembali hipotesis untuk dijadikan sebuah rekomendasi, konsep, atau teori. Siswa dikatakan kreatif apabila mampu melakukan sesuatu yang menghasilkan sebuah kegiatan baru yang diperoleh dari hasil berpikir kreatif dengan mewujudkannya dalam bentuk sebuah hasil karya baru.
Pembelajaran efektif (effective instruction) merupakan pembelajaran yang mampu memberikan pengalaman baru, membentuk kompetensi peserta didik, dan mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan peserta didik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran. Seluruh peserta didik harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dalam pembelajaran sehing-ga suasana pembelajaran betul-betul kondusif, dan terarah pada tujuan dan pembentukan kompetensi peserta didik.
Pembelajaran efektif menuntut keterlibaan peserta didik secara aktif karena mereka merupakan pusat kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompe-tensi. Peserta didik harus didorong untuk menafsirkan infromasi yang disaji-kan oleh guru sampai informasi tersebut dapat diterima oleh akal sehat. Dalam Pelaksanaannya, hal ini memerlukan proses pertukaran pikiran, dis-kusi dan perdebatan dalam rangka pencapaian pemahaman yang sama terhadap materi standar.
Pembelajaran efektif perlu ditunjang oleh suasana dan lingkungan belajar yang memadai. Dari itu, guru harus mampu mengelola tempat belajar de-ngan baik, mengelola peserta didik, mengelola kegiatan pembelajaran, mengelola isi/materi pembelajaran, dan mengelola sumber-sumber belajar.
Pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction) merupakan proses pem-belajaran yang di dalamnya terdapat kohesi yang kuat antara pendidik dan peserta didik, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan (not under pres-sure). Dengan kata lain, pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran yang terdapat pola hubungan yang baik atau harmonis antara guru dan peserta didik. Guru memosisikan diri sebagai mitra belajar peserta didik. Dalam hal ini perlu diciptakan suasana demokratis, dan tidak ada beban baik guru maupun peserta didik dalam melakukan proses pembelajaran.
Untuk mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan, guru harus mampu merancang pembelajaran dengan baik, memilih materi pembelajar-an yang tepat, serta memilih dan mengembangkan strategi pembelajara yang dapat melibatkan peserta didik secara optimal.
Berdasarkan pengamatan Anda terhadap ketiga wacana di atas, mana yang tergolong karya tulis jurnalistik? Mana pula yang tergolong karya fiksi dan KTI? Ya, wacana 1 tergolong karya jurnalistik, wacana 2 tergolong karya fiksi, dan wacana 3 tergolong KTI.
Apa pun jenis karya ilmiah yang ditulis oleh siapa saja (termasuk Anda sebagai guru) – sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya – harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
Objektif. Keobjektifan ini menampak pada setiap fakta dan data yang diungkapkan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak dimanipulasi. Juga, setiap pernyataan atau simpulan yang disampaikan berdasarkan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, siapa pun dapat mengecek kebenaran dan keabsahanya.
Netral. Kenetralan ini bisa terlihat pada setiap pernyataan atau penilaian bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun kelompok. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang bersifat ‘mengajak’, ‘membujuk’, atau ‘mempengaruhi’ pembaca dihindarkan.
Sistematis. Uraian yang terdapat pada karya ilmiah dikatakan sistematis apabila mengikuti pola pengembangan tertentu, misalnya pola urutan, klasifikasi, kausalitas, dan sebagainya. Dengan cara demkian, pembaca akan bisa mengikutinya dengan mudah alur uraiannya.
Logis. Kelogisan ini bisa dilihat dari pola nalar yang digunakannya, pola nalar induktif atau deduktif. Kalau bermaksud menyimpulkan suatu fakta atau data digunakan pola induktif; sebaliknya, kalau bermaksud membuktikan suatu teori atau hipotesis digunakan pola deduktif.
Menyajikan fakta (bukan emosi atau perasaan). Setiap pernyataan, uraian, atau simpulan dalam karya ilmiah harus faktual, yaitu menyajikan fakta. Oleh karena itu, pernyataan atau ungkapan yang emosional (menggebu-gebu seperti orang berkampanye, perasaan sedih seperti orang berkabung, perasaan senang seperti orang mendapatkan hadiah, dan perasaan marah seperti orang bertengkar) hendaknya dihindarkan.
KTI yang yang Anda susun juga harus mempunyai ciri-ciri di atas. Satu ciri saja terabaikan, akan menurunkan kualitas KTI Anda.
D.Apa itu sikap ilmiah?
Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus ada pada diri seorang ilmuwan atau akademisi ketika menghadapi persoalan-persoalan ilmiah. Sikap ilmiah ini perlu dibiasakan dalam berbagai forum ilmiah, misalnya dalam diskusi, seminar, lokakarya, dan penulisan karya ilmiah, termasuk dalam penulisan KTI. Sikap-sikap ilmiah yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Sikap ingin tahu. Sikap ingin tahu ini terlihat pada kebiasaan bertanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan bidang kajiannya. Mengapa demikian? Bagaimana caranya? Apa saja unsur-unsurnya? Dan seterusnya, dan seterusnya.
Sikap kritis. Sikap kritis ini terlihat pada kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin berkaitan dengan bidang kajiannya untuk dibanding-banding kelebihan-kekurangannya, kecocokan-tidaknya, kebenaran-tidaknya, dan sebagainya.
Sikap terbuka. Sikap terbuka ini terlihat pada kebiasaan mau mendengarkan pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain, walaupun pada akhirnya pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain tersebut tidak diterima karena tidak sepaham atau tidak sesuai.
Sikap objektif. Sikap objektif ini terlihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya, tanpa diikuti perasaan pribadi.
Sikap rela menghargai karya orang lain. Sikap menghargai karya orang lain ini terlihat pada kebiasaan menyebutkan sumber secara jelas sekiranya pernyataan atau pendapat yang disampaikan memang berasal dari pernyataan atau pendapat orang lain.
Sikap berani mempertahankan kebenaran. Sikap ini menampak pada ketegaran membela fakta dan hasil temuan lapangan atau pengembangan walapun bertentangan atau tidak sesuai dengan teori atau dalil yang ada.
Sikap menjangkau ke depan. Sikap ini dibuktikan dengan selalu ingin membuktikan hipotesis yang disusunnya demi pengembangan bidang ilmunya.
Sikap ilmiah ini juga harus ada pada diri Anda ketika menyusun KTI. Kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan sikap ilmiah harus Anda buang jauh-jauh, misalnya sikap menonjolkan diri dan tidak menghargai pendapat orang lain, sikap ragu dan mudah putus asa, sikap skeptis dan tak acuh terhadap masalah yang dihadapi.
E.Apa tipe KTI Anda?
Berdasarkan bahan kajian dan tipe pembahasaannya, KTI dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu
- KTI berdasarkan hasil kajian pustaka,
- KTI berdasarkan hasil penelitian lapangan, dan
- KTI berdasarkan hasil pengembangan.
Yang dimaksud dengan kajian pustaka ialah kajian atau pembahasan suatu topik yang dilakukan untuk memecahkan suatu masalah yang berpijak pada pengkajian kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. Bahan-bahan yang berupa informasi teoretis, penjelasan teknis, atau temuan aplikatif dari berbagai sumber pustaka ini dianalisis secara kritis dan disajikan dengan sistematika baru sesuai dengan keperluan tertentu. Dengan demikian, bahan-bahan pustaka ini diposisikan sebagai sumber ide atau sumber inspirasi yang dapat membangkitkan gagasan atau pemikiran baru. Oleh karena itu, pola pikir deduktif sering diterapkan dalam KTI jenis kajian pustaka ini.
Yang dimaksud dengan penelitian lapangan ialah jenis penelitian yang berorientasi pada pengumpulan data empiris di lapangan. Berdasarkan data empiris inilah peneliti melakukan analisis secara mendalam sesuai dengan teori yang relevan dan melakukan simpulan. Ditinjau dari pendekatannya, penelitian lapangan ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang pada dasarnya mengggunakan pola nalar deduktif-induktif, yaitu pola nalar yang berangkat dari kerangka teori, gagasan para ahli, atau pemahaman penelitian, kemudian dikembangkan menjadi serangkaian permasalahan dan kemungkinan-kemungkinan pemecahannya untuk memperoleh pembenaran (verifikasi) dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan. Semetara itu, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan mengungkap gejala atau fenomena secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami sebagai sumber langsung lewat keterlibatan peneliti sebagai instrumen kunci. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pola nalar induktif. Oleh karena itu, gambaran proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Dengan demikian, KTI jenis penelitian lapangan ini ada dua jenis, yaitu KTI penelitian lapangan kuantitatif dan KTI penelitian lapangan kualitatif.
Yang dimaksud dengan pengembangan ialah perancangan kegiatan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan aktual dengan memanfaatkan teori-teori, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip, atau temuan-temuan penelitian yang relevan. Oleh karena itu kegiatan pengembangan ini bersifat praktis-pragmatis. KTI berjenis pengembangan ini memiliki perbedaan bila dibanding dengan KTI berjenis penelitian lapangan. Apabila KTI berjenis penelitian lapangan berupaya menguji jawaban yang ajukan terhadap suatu masalah, KTI berjenis pengembangan berupaya menerapkan pemecahan suatu masalah.
Dari ketiga jenis KTI tersebut, mana yang Anda pilih? Jawabannya tergantung pada jenis topik yang akan Anda kembangkan dalam KTI. Anda tidak perlu memaksakan ke jenis KTI tertentu. Yang penting, ikuti langkah-langkah penulisan KTI berikut.
F.Apa saja langkah umum penulisan KTI?
Apabila Anda telah memantapkan diri untuk menulis KTI, langkah-langkah umum yang Anda lakukan adalah:
- pemilihan topik KTI,
- penyusunan kerangka KTI,
- pengumpulan bahan KTI, dan
- penulisan KTI,
Keempat langkah tersebut dikatakan langkah umum karena setiap langkah masih ada tahapan-tahapan kegiatan teknis yang Anda lakukan. Anda tidak perlu risau dengan langkah-langkah ini karena setiap langkah Anda akan dipandu lewat pembahasan pada bab-bab berikutnya. Yang penting, Anda mengikuti setiap langkah yang disarankan.
BUKTIKAN BAHWA ANDA BISA MENULIS KTI!
LAKUKAN LANGKAH-LANGKAH PENULISAN SECARA MANTAP!
IKUTI SETIAP LANGKAH YANG DISARANKAN PADA BAB BERIKUT!
===
Anda ingin membaca selengkapnya? Baca bukunya yang segera akan terbit. Atau, hubungi Masnur Muslich via email: muslich_m@yahoo.co.id
Langganan:
Postingan (Atom)